Home CERPEN Aku Tidak Sekuat Itu

Aku Tidak Sekuat Itu

3
0

Oleh: Anggi Angreani
Wartawan LPM Qalamun

Di balik senyumanku yang kau lihat setiap hari, ada badai yang tak pernah reda.

Hai, namaku Lala, nama samaran yang sengaja kupilih, jauh dari nama asliku. Aku dikenal sebagai sosok ceria, aktif, dan sering jadi tempat curhat bagi banyak orang. Mereka pikir aku kuat. Terlalu kuat, mungkin.

Aku anak kedua dari tiga bersaudara. Banyak yang bilang aku adalah anak paling tangguh di keluarga. Tapi kenyataannya, aku jauh dari kata itu.

Orang tuaku sedang sakit, dan aku bingung harus berbuat apa. Saat ini aku berada di rantauan, sedang menempuh pendidikan demi membuktikan bahwa aku bisa menjadi perempuan yang sukses.

Tapi tanggung jawab ini terlalu berat untuk kupikul sendiri.

Aku ingin pulang, tapi aku juga ingin bertahan. Aku ingin mendampingi orang tuaku yang sedang sakit, tapi aku juga tak ingin mengecewakan mereka yang telah menggantungkan harapan besar padaku.

Setiap malam, aku menangis dalam diam. Meski dikelilingi banyak teman, aku merasa sendiri. Aku tertawa bersama mereka, tapi hatiku kosong. Di mata orang lain aku kuat, tapi dalam diri sendiri, aku rapuh.

Aku tidak ingin dikasihani. Aku hanya ingin dimengerti. Aku ingin seseorang bertanya, “Apa kamu benar-benar baik-baik saja?” dan peduli dengan jawabanku.

Aku tahu setiap orang punya beban. Tapi kadang, aku berharap ada tempat aman untuk berkata jujur bahwa aku pun butuh ruang untuk lemah. Bahwa aku pun ingin dipeluk… tanpa harus meminta.

Karena sesungguhnya,
Aku tidak sekuat itu.

Namun, meskipun aku tidak sekuat itu, aku masih bertahan. Aku belajar bahwa menjadi kuat bukan berarti tak pernah menangis, melainkan tetap berjalan meski hati lelah. Aku belajar bahwa tidak apa-apa terlihat lemah, tidak apa-apa meminta tolong, tidak apa-apa tidak selalu tersenyum.

Jika kamu juga seperti aku, yang menyembunyikan luka di balik tawa, ketahuilah: kamu tidak sendirian. Mungkin kita tak bisa menghindari badai, tapi kita bisa saling berteduh. Karena terkadang, yang kita butuhkan bukanlah solusi, tapi pelukan dan pengertian.

Dan untuk semua orang yang berpikir aku selalu baik-baik saja,
Mungkin kini saatnya kalian tahu:

Aku tidak sekuat itu. Tapi aku juga tidak akan menyerah.

Kadang aku iri melihat orang lain yang terlihat bebas menjalani hidup tanpa beban seberat ini. Aku tahu hidup tak pernah adil bagi siapa pun, tapi aku hanya ingin istirahat sejenak dari segala tuntutan yang terus menghimpit. Aku ingin bernapas tanpa rasa bersalah karena memilih diriku sendiri sesekali.

Aku juga mulai sadar bahwa tak semua orang bisa memahami luka yang tak terlihat. Dunia sering kali hanya memandang apa yang tampak di luar: senyum, tawa, dan prestasi, tanpa tahu betapa kerasnya aku berjuang untuk tetap berdiri. Tapi dari sini, aku belajar untuk tidak lagi menyembunyikan semuanya. Bukan demi lemah, tapi demi tetap manusia.

Dan kepada diriku sendiri, aku ingin berkata: terima kasih sudah bertahan sejauh ini. Terima kasih meski tak sempurna, kamu tetap memilih untuk tidak menyerah. Mungkin aku belum sampai di tempat yang kuimpikan, tapi aku sedang berjalan ke sana meski pelan, meski sakit, meski sendiri. Karena ternyata, kekuatan sejati ada dalam keberanian untuk tetap melangkah, meski hati ingin menyerah.

Dan mungkin, tidak apa-apa jika suatu hari aku berhenti sejenak, menangis, atau merasa lelah. Itu bukan tanda aku gagal, tapi tanda bahwa aku manusia. Aku tidak harus selalu kuat untuk dianggap berharga. Aku hanya perlu jujur pada diriku sendiri bahwa meskipun aku tidak sekuat itu, aku layak untuk dicintai, dimengerti, dan dipeluk tanpa syarat.

Sekali lagi, AKU LAYAK UNTUK DICINTAI, DIMENGERTI, DAN DIPELUK, TANPA SYARAT.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here