Oleh : Miftahul Jannah
Wartawan Magang
Di meja yang sunyi, ia berbicara dengan dirinya sendiri.
Kata-katanya menetes dari hati,
menjadi jembatan antara sepi dan makna.
Ia menulis bukan untuk dikenang,
tetapi untuk memahami dunia
yang tak selalu ramah.
Setiap kalimat adalah doa,
setiap titik menyimpan harapan kecil.
Dan dalam setiap bait yang lahir,
ia menyembuhkan luka yang tak pernah ia ceritakan.
Ia merapikan kegelisahan,
menyatukan potongan perasaan
yang berserakan dalam hari-harinya.
Menulis baginya adalah cara bertahan—
cara untuk bernapas ketika dunia terasa sempit,
cara untuk jujur ketika suara tak sanggup keluar.
Ia hanyalah manusia
yang mencoba mengubah rasa menjadi kata,
dan kata menjadi pemahaman
agar hidup terasa sedikit lebih ringan.







