Nama: Muh Zulfikar B
Jurusan: Sistem Informasi
Semester: I
Di tengah hutan yang rimbun, terdapat sebuah desa kecil bernama Taman Surya. Di sana, tinggal seorang pemuda bernama Narendra. Dia adalah anak kedua dari tiga bersaudara. Kakaknya, Nari, adalah penyihir muda yang memiliki bakat luar biasa, sementara adiknya, Rei, adalah gadis kecil yang ceria dan manja. Sementara itu, Narendra, ya, dia merasa seperti bayangan yang selalu tertinggal di belakang.
Suatu sore, saat matahari mulai meredup, Narendra duduk di pinggir sungai yang jernih, menggenggam sebatang pena dan selembar daun kering. Dia menulis puisi tentang perasaannya yang mendalam, berharap bisa mengekspresikan semua rasa sakit dan kesedihan yang terpendam.
Di kejauhan, dia mendengar tawa Rei. Dengan penuh rasa ingin tahu, dia berjalan mendekati mereka. Nari sedang memamerkan triknya memanggil kupu-kupu berwarna-warni dengan jari-jarinya yang melambai, dan Rei berteriak kegirangan.
“Wow, Nari! Kupu-kupunya cantik banget!” seru Rei, melompat-lompat.
“Lihat, Rei! Kalau kamu mau, aku bisa ajarin kamu!” Nari menjawab dengan senyum lebar, seolah dunia hanya milik mereka berdua.
Narendra merasa seolah ada dinding yang memisahkannya dari kakak dan adiknya. Dia melangkah mundur, tapi tiba-tiba, sebuah suara menggema dari balik pepohonan.
“Eh, kenapa kamu nyempil di situ, Narendra?” suara itu muncul dari seorang kakek tua yang sering muncul di hutan. “Mau ikut melihat pertunjukan si penyihir cilik?”
Narendra hanya menggeleng. “Gak, Pak. Aku lagi sibuk. Lagipula, siapa yang butuh ikut?”
Kakek itu tersenyum bijak. “Ah, kamu masih muda, tapi udah merasa tua. Cobalah sekali-sekali merasakan kebahagiaan, Nak.”
Narendra mendengus. “Kebahagiaan? Kayaknya itu bukan untukku. Mereka lebih suka bermain tanpa aku.”
“Memangnya, apa yang kamu inginkan?” Kakek itu bertanya, mengangkat alisnya.
Narendra menatap sungai. “Aku cuma pengen jadi berarti. Bukan cuma bayangan.”
Kakek itu mengangguk, seolah mengerti. “Mungkin kau harus mencari jiwamu di tempat yang jauh, Nak. Hanya di sana kamu bisa menemukan apa yang hilang.”
Akhirnya, dengan tekad yang membara, Narendra memutuskan untuk berkelana ke hutan yang lebih dalam, tempat yang jarang dijamah orang. Dia merasa panggilan untuk menemukan sesuatu-sesuatu yang bisa membuatnya merasa hidup.
Setelah berhari-hari berjalan, Narendra tiba di sebuah lembah yang dipenuhi cahaya. Di tengahnya berdiri sebuah pohon besar dengan akar yang menjalar. Tiba-tiba, dari balik pohon, muncul makhluk kecil bersayap.
“Siapa kamu?” tanya makhluk itu, suaranya lembut dan ceria.
“Aku Narendra. Aku sedang mencari jiwaku,” jawabnya dengan suara pelan.
Makhluk itu terbang mendekat. “Mencari jiwa? Hmm, kamu sudah sampai di tempat yang tepat. Di sini, setiap orang bisa menemukan dirinya sendiri.”
“Apa maksudmu?” tanya Narendra, bingung.
“Cobalah menari di bawah cahaya bulan! Di situlah keajaiban akan terjadi,” kata makhluk itu sambil melambai-lambaikan tangan.
Narendra, meski ragu, mulai bergerak mengikuti alunan angin. Saat dia menari, cahaya bulan menyinari tubuhnya, dan tiba-tiba, dia merasakan aliran energi yang luar biasa. Semua rasa sakit dan kesedihan mengalir pergi, digantikan dengan rasa percaya diri dan kekuatan.
Satu suara berbisik di telinganya, “Kamu bukan bayangan, Narendra. Kamu adalah cahaya yang bersinar sendiri!”
Ketika Narendra membuka matanya, dia kembali ke desa, tapi kini dengan semangat baru. Dia melihat Nari dan Rei sedang bercanda di pinggir sungai.
“Eh, kenapa kamu baru datang, bro?” Nari berteriak. “Ayo, gabung! Aku baru belajar trik baru!”
Narendra tersenyum, merasa berbeda. “Oke, aku mau ikut. Tapi kali ini, aku juga mau ajar kalian sesuatu!”
Rei melompat kegirangan. “Yay! Kita bakal jadi tim!”
Narendra tahu, dia tidak lagi merasa terabaikan. Dia punya suara dan kekuatan. Dari bayangan, dia bertransformasi menjadi bagian yang bersinar dalam keluarga mereka. Di antara bayang-bayang, dia telah menemukan cahaya dalam dirinya sendiri.