Nama: Nur Mawa’da
Jurusan: Pengembangan Masyarakat Islam
Semester: I
Di sebuah desa kecil yang dikelilingi sawah hijau, hiduplah seorang gadis bernama sopia. Ia tumbuh dalam pelukan kasih sayang ibunya, lisa, setelah ayahnya pergi saat Sopia masih sangat kecil. Meskipun hidup mereka sederhana, cinta Lisa selalu membuat Sopia merasa cukup dan berharga. Setiap pagi, Lisa bangun lebih awal untuk menyiapkan sarapan dan menyiapkan bekal sekolah untuk Sopia. Mereka memiliki rutinitas sederhana, tetapi penuh kehangatan. Lisa selalu menyempatkan diri untuk bercerita tentang kisah-kisah inspiratif sebelum Sinta berangkat sekolah.
“Ingat, sayang, di mana pun kamu berada, Ibu selalu mencintaimu,” katanya dengan senyum lembut. Namun, seiring berjalannya waktu, Sopia mulai merasakan kehilangan. Saat teman-temannya
menceritakan pengalaman mereka bersama ayah, Sopia merasa hampa. Ia sering bertanya pada ibunya tentang ayah, tetapi lisa selalu menjawab dengan bijak. “Ayahmu mencintaimu, tetapi hidup kadang memberikan jalan yang berbeda.”
Suatu sore, saat Sinta duduk di teras sambil menggambar, ia melihat lisa datang membawa sayur dari pasar. lisa terlihat lelah, tetapi senyumnya tidak pernah pudar.
“Apa yang kamu gambar, sayang?” tanya Lisa.
“Gambar keluarga kita, Bu. Tapi tanpa Ayah,” jawab Sopia dengan suara pelan.
Lisa duduk di sampingnya, merangkul Sopia.
“Ibu mungkin tidak bisa menggantikan Ayah, tetapi Ibu akan selalu berusaha untuk mencintaimu dan mendukungmu dalam setiap langkah.” Mendengar itu, Sopia merasa hangat di dalam hati. Meskipun tidak memiliki sosok ayah, ia tahu cinta ibunya tidak pernah kurang. lisa berjuang keras untuk memberikan kehidupan yang baik bagi Sopia. Ia mengajari Sinta cara memasak,dan membantu Sinta belajar pelajaran sekolah.
Di hari ulang tahun Sinta yang ke-12, Lisa menyiapkan kejutan. Ia mengajak Sopia ke taman untuk piknik kecil. Di sana, lisa membawa kue buatan sendiri dan beberapa makanan kesukaan Sopia.
“Selamat ulang tahun, sayang! Ibu sangat bangga padamu,” ucap Lisa dengan penuh cinta.
Sopia tersenyum lebar, tetapi di dalam hatinya, ada rasa sedih.
“Ibu, aku ingin sekali merayakan ulang tahunku dengan Ayah. Kenapa dia tidak ada di sini?”
lisa menatap putrinya dengan mata penuh kasih.
“Ayahmu mungkin tidak bisa hadir, tetapi cintanya selalu bersamamu. Kita bisa merayakan hari ini
bersama, dan Ibu berjanji akan selalu ada untukmu.”
Saat Sopia meniup lilin di atas kue, ia merasakan cinta ibunya mengalir dalam setiap napasnya. Ia tahu bahwa meskipun tidak ada ayah, cinta yang diberikan ibunnya adalah hal terindah yang bisa dimilikinya.
Seiring waktu berlalu, Sopia tumbuh menjadi remaja yang mandiri dan percaya diri. Ia sering kali menghadapi tantangan di sekolah, tetapi lisa selalu menjadi tempat curhat yang baik. Setiap kali Sopia merasa putus asa, ibunya selalu mengingatkannya akan kekuatan dan keberanian yang dimilikinya.
Di hari kelulusan Sopia, ia menantikan momen spesial tersebut. Saat ia berdiri di atas panggung, lisa ada di barisan depan, tersenyum bangga. Sopia merasa hatinya penuh dengan cinta dan terima kasih. Setelah upacara selesai, Sinta berlari menghampiri ibunya dan memeluknya erat.
“Ibu, terima kasih telah menjadi segalanya bagiku. Aku tidak bisa melakukan ini tanpa cintamu.” Lisa membalas pelukan itu, air mata bahagia mengalir di pipinya.
“Ibu selalu di sini untukmu, sayang. Cinta kita tidak akan pernah putus.”
Dalam pelukan ibunya, Sopia menyadari bahwa cinta yang tak terhingga dari Lisa adalah fondasi kuat dalam hidupnya. Meski tanpa sosok ayah, ia tidak pernah merasa kurang. Ia belajar bahwa cinta sejati bisa datang dari mana saja dan bahwa cinta seorang ibu adalah kekuatan yang akan selalu mengarahkan dan melindunginya.
Sopia melangkah maju, siap menghadapi dunia, dengan keyakinan bahwa cinta ibunya akan selalu
menyertainya, tak peduli seberapa besar tantangan yang dihadapi. Cinta itu adalah benang merah yang menghubungkan mereka, selamanya.