Home CERPEN Melodi Semesta

Melodi Semesta

20
0

Nama: Salwa Putri Ihsan
Jurusan: Informatika
Semester: I

Di sebuah kota kecil yang dipeluk oleh perbukitan hijau, hiduplah dua jiwa yang saling melengkapi seperti dua nada dalam harmoni sempurna. Kai Arandika Adikara, nama yang memiliki makna `Harmoni yang Menjadi Cahaya dan Kekuatan Semesta` adalah seorang pemuda dengan gitar yang hampir selalu menempel di punggungnya, dan Lira Mahesa Adistira, nama yang memiliki makna `Melodi Agung yang Bersinar di Bawah Semesta` adalah gadis yang suaranya mampu membuat daun-daun bergoyang lembut.

Mereka bertemu di sebuah acara seni di taman kota.
Kai sedang memetik gitarnya, memainkan nada-nada melankolis yang mengalir seiring dengan suasana senja. Tak jauh dari tempatnya, Lira duduk di atas rumput, menyimak setiap petikan dengan tatapan kagum. Ketika Kai berhenti bermain, ia mendekat, membawa sebuah senyuman hangat.
“Kamu pintar sekali bermain gitar,” katanya.
“Terima kasih,” jawab Kai sambil tersenyum malu-malu. “Aku cuma mencoba membuat musik yang bisa berbicara lebih dari kata-kata.”

Dari percakapan sederhana itu, mereka mulai mengenal satu sama lain. Lira menceritakan betapa ia menyukai menyanyi, meskipun jarang ada yang mendengarnya karena ia takut suaranya tak cukup indah. Kai menertawakannya lembut, mengatakan bahwa ia tak akan pernah tahu jika tak mencoba.
Malam itu, Kai meminta Lira bernyanyi sambil ia mengiringi dengan gitarnya. Awalnya, Lira ragu. Tapi setelah beberapa detik, ia mulai bernyanyi pelan, suaranya bergema di antara pepohonan. Lagu itu bukan lagu terkenal, melainkan melodi yang Kai ciptakan sendiri. Saat nada terakhir berakhir, mereka saling berpandangan, dan sesuatu yang tak terucap mengalir di antara mereka.

Hari demi hari, mereka semakin sering bertemu. Kai akan membawa gitarnya, dan Lira membawa keberanian untuk bernyanyi. Mereka menulis lagu bersama, merangkai lirik dari cerita-cerita kecil di hidup mereka. Lagu-lagu itu bukan sekadar karya seni, melainkan perwujudan dari harapan dan keyakinan mereka pada cinta yang tengah tumbuh.

Namun, seperti takdir yang kerap menguji, mimpi mereka menghadapi tantangan. Lira mendapat tawaran untuk mengikuti audisi di kota besar, kesempatan yang tak bisa dilewatkan. Sementara itu, Kai dihadapkan pada tanggung jawab membantu keluarganya menjaga toko musik kecil mereka.
“Bagaimana kalau kita tidak bisa bertemu lagi?” tanya Lira suatu sore, saat mereka duduk di bawah pohon besar tempat mereka biasa berlatih.
Kai menggenggam tangannya dengan lembut. “Semesta selalu punya caranya. Kalau kita benar-benar ditakdirkan bersama, aku yakin melodi kita akan menemukan jalannya.”

Hari kepergian Lira adalah hari yang penuh keheningan. Kai mengantarnya ke stasiun, membawa gitar yang mereka gunakan untuk membuat lagu pertama mereka. Saat kereta mulai bergerak, Lira melambaikan tangan, dan Kai hanya tersenyum.
Meski jarak memisahkan, mereka tetap terhubung lewat lagu. Lira mengirim rekaman suaranya setiap minggu, sementara Kai mengiringinya dengan petikan gitar, lalu mengirimkan rekaman itu kembali. Lagu-lagu mereka mulai dikenal, diunggah ke platform musik hingga akhirnya menarik perhatian.

Bertahun-tahun kemudian, di sebuah konser besar di kota tempat semuanya bermula, Lira berdiri di atas panggung. Penonton bersorak saat ia menyebut nama Kai, yang kemudian naik ke panggung membawa gitarnya. Bersama, mereka memainkan lagu pertama yang mereka ciptakan, lagu yang menjadi simbol keyakinan mereka pada cinta.
Malam itu, di bawah sorotan cahaya, melodi mereka menyatu, membuktikan bahwa semesta memang selalu berpihak pada hati yang percaya.

Previous articleSurga di Mata si Kecil
Next articleDiri ini

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here