Nama : Nur Fadilah L.A
Prodi : Tadris Bahasa Inggris
Semester : 3
Hamparan pasir putih menghiasi indahnya pantai yang telah menjadi tempat ku untuk menenangkan diri dan menikmati waktu sendiri, kesunyian pantai ini memberikan rasa nyaman dan tentram yang tak pernah kudapatkan di rumah yang tiap bulan kusewa untuk tetap tinggal. Deru ombak yang saling bertautan dan tak terpisah mengingatkan ku akan segala kejadian yang tak ada hubungannya dengan ombak, rasanya ingin tertawa dan menangis bersamaan apa bila mengingat hal dan kejadian yang konon katanya tak harus dipikirkan.
Sore ini aku duduk sambil melamunkan kehidupan yang flat tapi berat, buku yang ku masih baru kupinjam dari perpustakaan daerah sekitar, belum kubuka lembarannya hanya karna sebuah pesan masuk yang membuat otak dan hati lagi-lagi tidak searah.
“assalamualaikum, ka!! Sekedar mengingatkan pembayaran iuaran kaka banyak yang kosong, apabila kaka sudah memiliki rezeki kiranya untuk segera membayar dikarenakan waktu dispensasi untuk yang diberikan sudah begitu banyak “.
Isi chat yang membuatku selalu merasa bersalah akan bendahara yang setiap saat mengeluarkan kalimat permohonan untuk melunasi kewajibannya, kasiannya akupun tak berdaya dengan nasib yang terjadi. Lucu tapi berasa perih, inilah nasib.
Hanya dapat menghela napas seolah-olah menghilangkan beban yang ada ku buka lembran buku yang bersampul hitam kraya “Muhidin M.Dahlan”, menceritakan tentang seorang wanita yang memasuki organisasi dan menemukan kekecewaan. Kunikmati waktu membaca seolah-olah akulah yang jadi pemeran utama novel tersebut sampai terbawa suasana, tak sadar mentari sudah ingin berpamitan akupun masih tetap nyaman diperaduan ini sampai suara seorang perempuan melengking menyebut namaku kuhentikan aktivitasku dan meladeni tamu yang datang. Rupanya tetangga kos yang entah siapa namanya akupun malas bertanya perihal nama, sedang berjalan-jalan dengan seorang lelaki sebayanya mungkin kekasihnya, bodoh amat tentang lelaki tersebut.
“oi! ba apa nga disini,baru so jam begini?” tanyanya dengan aksen salah satu suku yang ada di SULTENG, yaitu suku lauje.
Pertanyaan yang sontak membuatku berfikir dan memandang dua sosok didepanku secara bergantian, karna waktu yang mulai gelap seharusnya merekalah yang harus dipertanyakan untuk apa kepantai saat seperti ini. Jika ingin melihat senja bukankah meareka datang lebih awal, ataupun ingin melihat keindahan pantai kenapa harus dipantai seperti ini yang sunyi kurang penerangan. Entahlah tak mau ambil pusing karna tak bisa kumengerti apa yang mereka pikirkan dan sebisanya berfikir positif
“o, ini baca buku. Sedikit lagi baru mopulang ini” jawabku dengan aksen khas Buol, aksen dari tanah kelahiranku sebelum sampai di tanah Kaili yang begitu banyak keunikan sukunya.
Mendengar jawaban ku mereka hanya mengangguk dan jalannya menelusuri pantai dan berhenti di gazebo ujung, manusia yang tidak mempunyai kejelasan itulah yang terucap dalam “hati ini”. Kurapikan barang dan bergegas kembali ke hunian untuk merehatkan tubuh.
***
Lelah itulah yang kurasakan, lelah yang tanpa kejelasan entah lelah karna perihal apa. Hari ini berjalan seperti biasa masih belum ada yang bisa dibanggakan. Menghabiskan waktu sendirian walau banyak yang bisa dijadikan teman untuk menghabiskan waktu tapi masih tetap kembali ke kebiasaan sendiri.
Aku mempunyai seseorang yang menjadi tempat yang selalu kuandalkan dalam hal apapun yang melakukan banyak hal untuk ku, dia adalah kakaku yang juga menjadi mahasiswa di kampus yang sama denganku. Aku dan dia sering bertolak belakang akan suatuhal dapat dikatakan jarang bertemu dan bercerita, tak memiliki keromantisan seperti hubungan kaka beradik yang sering ku jumpai. Apakah hari ini dia pulang lagi atau tidak, dia manusia aneh yang tak dapat kumengerti bagai laut yang memiliki sejuta hal yang tersembunyi didalammya.
Yah dia adalah lautku yang sering memporak-porandakan hati danpikiranku, yang terkadang membuatku iri, menangis dan tersenyum bahkan tak jarang marah dan tertawa terjadi saat bersamaan. Kata orang mereka iri akan kami lucu mendengar kalimat yang sering mengatakan kami “kakak beradik yang diinginkan”. Yah, terkadang kami seperti itu tapi lebih sering aku merasa bahwa aku bukanlah seorang yang bisa dia percaya.
Aku hanyalah beban baginya karna aku tak dapat mencurahkan isi hati padanya dan dia pun tak pernah menjadikan ku tempat untuk bersandar, jika kata “ seandainya “ bisa memutar balikkan waktu aku tak ingin dipisahkan darinya selama beberapa tahun yang memisahkan jarak antara aku dan dia, yang mengurangi komunikasi antara kami, dan menciptakan kecanggungan yang begitu besar untukku bercerita padanya. Dia adalah kakakku yang ingin kujadikan tempatku bersandar dan menjadi pendengarku tapi sifatnya yang sekarang sangat berbeda dari yang dulu, walaupun masih ada yang belum berubah dari terakhir kali kami bertemu.
Ternyata dia kembali untuk malam ini, terdengar dari suara lubang kunci yang dibuka dari luar olehnya. Sedikit tak ramah itulah yang bisa dikatakan untuknya saat ini, karna melakukan sesuatu sampai mengeluarkan suara yang sedikit mengganggu, entah apa yang membuat moodnya kacau lagi hari ini sampai pulang dengan wajah tak enak untuk didekati. Rasanya aku ingin bertanya apa dan mengapa dia seperti itu, tapi semuanya lenyap ketika membayangkan sifatnya yang tak ingin aku ikut campur akan masalahnya.
Hari ini dia pulang dapat membayar rasa lelah dan kerisauan yang ada, bagiku sudah cukup walau hanya melihatnya. Walaupun kami se kampus berpapasan dengannya menjadi hal yang sangat jarang terjadi apabila tak direncanakan, dulu berpapasan dengan nya selalu menjadi hal yang ku inginkan setiap kali berpapasan dengannya. Perhatian yang dia berikan ketika kami berpapasan selalu menjadi penyemangat walaupun itu hanya sekedar pertanyaan “sudah makan ataupun perihal memperbaiki seragam sekolah yang berantakan”.
***
Rasanya aku ingin jadi laut sebanyak apapun air sungai yang datang kepadanya tak dapat mengubah sedikitpun cita rasa asinnya, yang menjadi tempat jutaan makhluk bergantung padanya. Rasanya aneh terkadang aku ingin menjadi laut, terkadang pula aku ingin menjadi pohon agar tak berpindah dari satu tempat ketempat lain.
***
Hari ini aku kembali ketempat nyaman ku mangamati laut yang biru diterpa sinar matahari yang menampilkan kecantikan tersendiri padanya, indah dan misterius itulah laut bagaikan seseorang yang selalu menjadi bayang dalam hidup.
Teringat lagi akan masalah tentang iuran kemarin yang belum juga selesai, bahkan belum ku utarakan pada mereka yang jauh disana. masih ragu bagiku untuk meminta kepada orang tuaku. Padahal ini hanya sebuah pembayaran tapi berat bagiku untuk mengatakan “aku ingin uang”, mereka tak mempunyai cukup uang tapi selalu mengeluarkan janji yang akupun sudah tau pasti prosesnya tak seringan dan secepat yang dibayangkan. Bisakah aku seperti kakaku yang bisa menghidupi dirinya sendiri yang tak terlalu bergantung pada mereka, aku manusia yang memiliki banyak keirian dalam diri ini.
Kakaku bagai bayangan gelap dan terang yang terjadi secara bersamaan, kadang menjadi penyemangat dan kadang meruntuhkan semangat. Dia bisa dikatakan keras kepala dan jarang bergantung pada orang lain, sedangkan aku hanyalah anak yang sering mengeluh dan masih mengharapkan perhatian yang lebih. Sebenarnya apa yang harus menjadi kebanggaan seorang anak penurut yang jarang disebutkan namanya ketika orang tua duduk berdampingan, yang jarang menjadi kebanggaan mereka.
Rasanya bagus menjadi laut, dia tak mempunyai bayangan tapi selalu dibayangi akan keindahannya yang ada, Tak jarang dia ditakuti padahal dia tak bergerak. Seandainya laut dapat bercerita aku ingin dia mengatakan ku perihal luka para makhluk yang menceritakan padanya, tentang masalah yang mereka hadapi agar aku mempunyai tempat untuk bercerita. Pasti tak jarang yang menjadikan lautku menjadi tempat mereka berkeluh kesah seperti yang kulakukan saat ini, lautku adalah laut mereka tapi perasaan ku pada laut ku sangat berbeda dari mereka itulah yang kupikirkan.
Ketahuilah lautku, aku hanya bingung akan hidupku siapa yang sebenarnya yang pantas untuk di kasihani akukah atau dia. Dia yang dapat menghidupi dirinya sendiri tanpa meminta dan tak membebani orang lain, tapi sifat dan sikapnya pernah mengecewakan. Atau aku yang selalu berusaha untuk menjadi penurut dan mendapatkan hasil banding dari dia yang menjadi bayangku, aku masih mengemis di usiaku yang sudah tak wajar untuk mengemis kapada mereka yang melahirkan dan membesarkanku. Rupanya aku menjadi seorang yang menyusahkan untuk mereka yang sekuat tenaga menyokongku untuk tetap maju, terlalu tinggi angan mereka akupun rasanya ingin berhenti “aku seorang pengangguran yg berkedok pelajar”
“Laut sekian dari aku yang berusaha lepas dari dia bayangku, yang dijadikan patokan oleh mereka yang berangan tinggi. Ketahuilah aku adalah aku yang tak ingin disamakan dengan dia, yah inilah aku si beban yang berusaha menajadi ringan”.
***
Aku masih dalam perjalanan mencari arah kenapa aku menerima perintah tuhan untuk dilahirkan kedunia ini, hal istimewa apa yang diperlihatkan kepadaku sebelum aku lahir sehingga membuatku yakin untuk tetap dilahirkan ketempat ini.