Nama : Fuad Rayasin
Jurusan : Ekonomi Syariah
Semester: 4
Kampus sebagai sarana pembelajaran dan progres mewujudkan program kebijakan negara yang ideal, sosialis, humanis, demokratis dan berbudaya soluktif. Mahasiswa adalah aktor penggerak perubahan seringkali menjadi bahasa komunikasi dilingkungan formil untuk melihat kemajuan ekonomi, transformasi politik dan kultural.
Skema-skema baru dalam tahapan globalisasi struktural membuat masifnya sentralisasi kerja di wilayah institusional bermuara pada laju percepatan modal, sehingga itu memberi efek kontaminasi pula di wilayah instansi pendidikan (Kampus), akhirnya lazim terlihat adaptasi terkait perubahan kebiasaan kritis menuju tahapan emosi individual, ditarik oleh kepentingan personal yang terkontrol dalam tradisi feodal terdeterminasi melalau opurtunitas, percontohan berulang dalam ruang partai politik yang otoritasnya terkendalikan oleh oligarki, meramu hal itu dalam integritas internal untuk menjamu konsumsi kesadaran gerakan dan demokrasi prosedural.
Pencapaian neo kolonialisme dalam merawat pembodohan pada pola-pola yang sistematis, membuat semuanya rapi tak terlewatkan bahkan kesadaran mahasiswa terhipnotis melalui banyak persyaratan pendidikan yang adiktif, akhirnya ketegangan gerakan hanya sampai diruang-ruang strategis kelembagaan berserak serentak dengan pragmatisme, kompetisi kompromis kekuasaan demi menjadi komparador birokrat. Kenyataan sejarah nyata adanya perlawanan yang timbul sekedar penghilang dahaga, rezim takkan mampu menopang kemerdekaan rakyat. Penting untuk berbenah secara kolektif dalam hal mendinamisasi sikap mengabadikan demokratisasi kampus, menagkal peluang siasat kapitalasime/neolib untuk mempolarisasi kaum intelektual dihadapan kepentingan cuang.
Entitas mahasiswa memang nyata dalam cacatan sejarah sebagai bagian dari tonggak perubahan bangsa yang tak terlupakan, tapi kita perlu membaca dan merefleksi dimana dan bagaimana semua itu terjadi? Mengulang dalam hal praktis untuk mempertimbankang kontribusi zaman yang ditorehkan hari ini dalam sakala demografi kampus. Artinya perlu validasi kongrit disektor ekonomi, politik, sosial, budaya dan agama, ketentuan terkait transformasi sektor untuk menilai seberapa berkualitas hari ini kampus dan mahasiswa dalam sistem tata kelola kemanusian, apakah telah memenuhi syrat-syart yang pasti berdasar pandangan kritis?, melihat skema dehaumanisasi masif terjadi di eksternal institusi pendidikan.
Fenomena politik kampus yang tidak lepas dari pengamatan sistem oligarkis. Bahkan, terjun bebas dalam ruang-ruang ideologi terlihat pada konstalasi pemilihan disebagian eksekutif kelembagaan UIN Datokarama Palu, yang tidak mampu berdamai dengan pilihan-pilihan rasional objektif. Dinamika yang tepat berkaitan dengan skema penjajahan politik devide et impera, hal ini tidak lagi asing dalam benak masa lalu, masa kini dan masa yang akan datang untuk tetap mempersiapkan bibit-bibit anti revolusi sosial.
Perencanaan pergerakan harus disusung kembali dalam skala yang praktis, penentuan solidaritas perjuangan harus sistematis dan dialektik. Kesimpulan saat ini untuk menanggapi kejadian-kejadian buruk dilingkup mahasiswa UIN Datokarama Palu yang tidak mampu ternetralisir melalui munculnya skema liberalisasi pendidikan dalam wacana Rancangan Undang-Undang Tentang Sistem Pendidikan Nasional (RUU SISDIKNAS). Hampir luput dalam perbincangan terkait kerentangan pendidikan mahal, meningkat signifikan berdasarkan kepentingan korporasi. Seruan-seruan GOLPUT juga seharusnya menjadi gema yang riak ditengah laju kriminalisasi terhadap konstitusi dimana telah disahkannya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang tentang Cipta Kerja (PERPU CIPTAKER) menjadi suatu produk undang-undang. Polemik sosial meningkat ditengah negara yang hari ini tunduk dan patuh pada kekuatan modal. ADA APA GERANGAN PADA MAHASISWA? APAKAH JUGA BAGIAN DARI KONSOLIDATOR POLITIK PRAKTIS?