Home CERPEN Beruang Kalfatira

Beruang Kalfatira

213
0

Nama : Muhammad Nur Hidayat
Jurusan : Pendidikan Bahasa Arab
Semester : IV

21 Juli 2020

Perempuan itu menyadari ada yang mengetuk pintunya, lalu ia mengintip dari kaca gelap jendela indekosnya. Dilihatnya pria yang masih belum melepas helm sedang berdiri di luar memikul tas dan menggendong sebuah kotak yang entah apa isinya.
Kalfatira namanya, pria berkulit cokelat, bermata tajam dan berhidung pipih yang merangkap sebagai satu-satunya pria yang sekarang sedang dekat dengan gadis itu; telah menyiapkan kejutan untuk sang gadis.
Hari ini adalah hari ulang tahunnya. Ia membuka pintu dengan cepat, tanpa peduli tentang wajahnya yang masih belum bersilaturahmi dengan air.

Happy birthday, Sekar. Sehat selalu, bahagia selalu” ucap Kalfatira tepat saat pintu di depannya terbuka lebar.
Sekar menutup senyum dengan tangan kanannya “Makasih banget, ya, Tir. Kamu tau dari mana?”
“Kan, semalam kamu sendiri yang nge-repost ig story temen-temen kamu. Masa lupa, sih”
“Hehe” tawanya kecil dengan ujung jari telunjuk yang saling disentuhkan sebelum akhirnya mengajak Atir masuk ke dalam.
“Aku bawa sup ayam, nih” Lelaki itu mengeluarkan kotak makanan dari tasnya.

“Kenapa enggak bilang kalau mau ke sini?”
“Namanya juga surprise. Masa iya, aku harus kasih tahu dulu”
“Hehe, aku buka isi kotaknya, Boleh?” pamitnya, padahal kotak itu sudah ia buka setengah.
“Gak sekalian besok aja izinnya?”

Ditemukannya sebuah boneka beruang jingga di dalam kotak itu.
“Wah, lucu banget. Makasih, ya, Tir” ucapnya bahagia, dibuktikan oleh pipinya yang memerah.
“Terima kasih Kembali, cantik”
Mereka lalu berbincang. Seperti biasanya, Sekar lebih banyak bercerita. Dan seperti biasanya, Atir senang didongengkan. Di luar hujan merintik, membuat atir tak bisa menyegerakan pamit.

****

18 Oktober 2024

Kala itu, matahari baru saja terbit dari ufuk timur dibarengi dengan Sekar yang sedang duduk di depan laptop, tangannya menjelajahi huruf demi huruf yang ada di keyboard. Ketika ada jobdesk, dia akan seperti ini setiap paginya. Ia bekerja sebagai editor buku di salah satu penerbit terkenal di Kota kita. “Pesawat Kertasmu Untukku” adalah buku yang dikerjakan oleh Sekar, dan sekarang ia sedang mengedit buku dari penulis yang sama
(lagi).
Seorang perempuan alpha yang uang belanja dan healingnya tidak perlu bantuan dari tangan seorang pria. Namun, selayaknya wanita normal, ia juga butuh lelaki untuk menemaninya, Atir orangnya.

“Kring” bunyi notif di ponselnya. “Semangat ngurus naskahnya, yah, cantik. Jangan lupa makan” kalimat itu muncul di lockscreen hpnya.
“Iya, kamu juga semangat kerjanya, jaga moodnya, biar pelanggan gak bete liat muka kamu”
“Orang malah seneng liat wajah tampanku ini, makanya minimarketnya rame tiap hari, peletku kuat. Hahaha”
“Iyain, deh” pesan terakhirnya sebelum dibalas dengan stiker berbentuk hati.
Di depan meja minimarket, Atir berdiri melayani pelanggan yang sudah mengantre. Lelah sebenarnya melayani dan harus bertemu banyak orang setiap hari, tapi gimana lagi? dari pada ia harus mengisi perut dengan nasi dan kerupuk.

Sudah memasuki tahun kedua ia bekerja di minimarket ini, dan sebentar lagi ia akan seleksi promosi untuk menjadi Store Assistant dan mungkin ia akan dipindahkan di gerai lain.
Tidak sulit baginya saat melamar pekerjaan ini, karena tampangnya sangat memenuhi kriteria “Berpenampilan menarik” yang menjadi syarat pendaftaran saat ia melamar kerja, ditambah lagi senyumnya yang sangat murah, lebih murah ketimbang biaya parkir di alun-alun kota.

Kalfatira adalah pria yang terpaksa merasakan transisi kehidupan karena hilangnya kejayaan orang tuanya. Ayahnya adalah Kepala Seksi di salah satu Dinas milik negara, hingga akhirnya harus pensiun karena penyakit tumor yang dideritanya, itu juga yang menjadi sebab isi kartu keluarganya berkurang satu.
Kalfatira kecil yang baru duduk di bangku SMP harus merasakan perihnya ditinggalkan sosok pria kuat favoritnya. Karena dana pensiun yang ditinggalkan Ayahnya masih kurang untuk mencukupi hidupnya, ibunya dan adiknya, maka ibu memutuskan untuk berjualan di kantin sekolah Atir.
Atir kecil yang dulu isi bekalnya nugget, bakso, dan sosis, kini berubah menjadi Atir yang setiap hari kekantin untuk mengambil makanan dari ibunya.

Namun, satu kebiasaannya yang belum ia ubah sejak ayahnya meninggalkannya, membawa tumbler kemanapun ia pergi, karena itu ia sering disapa Atir botol oleh kawan-kawannya.
Malam mulai menampakkan gelapnya, ditemani bintang yang mulai menyala, menandakan pergantian giliran kerja Atir dengan karyawan lainnya. Malam ini adalah sabtu malam, ada janjinya pada Sekar yang harus mereka tepati. Karena pekerjaan, mereka yang terbilang jarang bertemu, tentu mengusahakan betul agar pertemuan mereka selalu menjadi yang terbaik.
Motor matic kuning milik Atir menjadi alat bagi mereka mengelilingi kota kecil ini, gas dipacu perlahan oleh Atir, hingga akhirnya dilepaskan dan tuas rem ditarik ketika motor itu memasuki area parkiran alun-alun kota.

“Kok disini?” tanya Sekar kebingungan.
“Sekali-sekali kita jalannya ke tempat sederhana aja, gak harus di kafe mulu, lagian ini tanggal tua, dompetku lagi menipis, Ar”
“Kan bisa aku aja yang bayar, lagian ini bukan kali pertamanya aku yang bayar, kan?”
“Gak usah, kali ini kita di tempat sederhana aja, ditemani keramaian, ditemani kepala banyak orang yang entah isinya apa. Sederhana, seperti aku menyayangimu”

“Jangan kayak gitu bisa, gak, Tir?”
“Hehe, yuk. Kita cari jajan, laper, nih”
“Itu ada rambut nenek, aku pengen itu, Tir”
“Wah, iya, boleh juga. Udah lama aku gak makan rambut nenek”

Banyak jenis jajanan yang ada dalam kantong kresek di genggaman Atir. Mulai dari takoyaki, baso aci hingga siomay mas Adi, tak lupa dilengkapi dengan boba rasa matcha milik Sekar dan boba rasa kopi susu milik Atir, walaupun lidahnya yang terbiasa dengan kopi pahit kurang familiar dengan rasa manis minuman itu. Kursi taman di alun-alun menjadi tempat mereka duduk menikmati makanan dan berbagi cerita.

“Kamu belinya banyak banget, lagi stress, ya?” tanya Atir pelan.
“Yah, gitu lah, Tir. Namanya juga kerja, pasti adaaa aja masalahnya, aku yang nge-blank ngedit tulisannya mas langit lah, penerbit yang tetiba minta mempercepat pekerjaan lah, ditambah lagi bos yang galak. Capek, sih capek. Tapi, yah, mau gimana lagi?”
“Gapapa, kok. Malam ini kita lepas lelahmu dulu, ketawa bareng, balikin mood kamu, biar nanti pas kerja kamu jadi semangat lagi, deh. Lagian, disini kan ada aku, yang siap membersamaimu kapanpun kamu butuh, Ar”

“Makasih, ya, Tir. Maaf selama ini aku bisanya ngerepotin kamu doang”
“Selowww, kan udah tugasku sebagai teman untuk nyemangatin kamu”
“Aku capek banget, Tir”
“Tanganku kosong, bisa kamu genggam kapanpun kamu rapuh. Pundakku kuat, bisa kamu rebah kapanpun kamu lelah. Keberadaanku tetap, bisa kamu panggil kapanpun kamu sepi, Ar” ucapnya lembut sebelum perlahan merangkul pundak Sekar “Untukmu, aku siap direpotkan”

Wahai Sekar. Saat kepalamu sedang kacau karena masalah hidupmu, aku merasakan hangat di tangan kurusku saat ia berada di pundakmu. Ketahuilah bahwa aku selalu ingin menenangkan kekacauan itu, agar kepalamu bisa tetap hangat layaknya pundakmu.

****

9 Desember 2020

Langit sore dan malam berbaur membentuk warna oranye yang bimbang. Ya, bimbang. Seperti Atir yang bimbang antara harus bersedih atau bersorai. Ia baru saja menerima e-mail bahwa ia berhasil lolos seleksi promosi menjadi Store Assistant di market tempatnya bekerja, sayangnya ia harus mutasi ke gerai di kota lain yang jaraknya lebih kurang 400 kilometer dari Kota kita. Dan artinya ia harus berpisah dengan Sekar, sibuknya pekerjaan saja telah membuat mereka berdua jarang bersua, ditambah lagi harus berbeda kota.
Segera ia pergi ke indekos Sekar untuk memberi kabar buruk sekaligus berpamitan. Pintu indekos Sekar terbuka, dari luar terlihat ia sedang membaca berita, mungkin untuk menjadi referensinya mengedit cerita. Entahlah, Atir tidak paham soal sastra.

“Assalamu’alaikum. Permisi, bu” salamnya dengan raut jenaka.
“Wa ‘alaikum salam. Cari siapa, pak?”
“Sekarnya ada, bu?”
“Bentar, yah. Ibu panggilkan” Sekar lalu masuk ke kamar dan mengganti jilbabnya. “Eh, ada Atir, duduk dulu” sembari sekar mengeluarkan kursi yang tersusun di tempat ia duduk sebelumnya.

“Kita se-drama ini, yah? Hahahahaaha” Atir tertawa keras, hingga akhirnya raut wajahnya berubah karena tersadar ia harus meninggalkan kota dan perempuan yang ia cinta. “Ar. Maaf, yah”
“Maaf kenapa? Serius amat”
“Tadi aku dapat e-mail dari pusat. Kabar baiknya aku lolos seleksi promosi Store Assistant” belum selesai ia bicara, Sekar tetiba memotongnya.
“Wahh, hebat banget. Besok traktir aku makan mekdi, yah?”

“Besok aku gak bisa, Ar”
“Yaudah, lusa aja, kebetulan deadlineku masih jauh”
“…” Atir terdiam sejenak, menarik napas panjang lalu melanjutkan “Aku mutasi ke kota lain, Ar. Jaraknya lebih kurang 400 kilometer dari sini, besok siang aku udah harus berangkat bareng Bani, teman kerjaku yang kebetulan mutasi di kota yang sama. Kalau mau jalan, malam ini aja, yuk”

Mendengar itu, Sekar terkejut. Bagaimana tidak? Sekar adalah perempuan alpha yang dikenal keras dan tegas oleh orang lain, hanya Atir lah pria yang berhasil membuat Sekar menampakkan sifat lembut dan kekanak-kanakannya. Dan sekarang, pria itu harus pergi meninggalkannya.

“Cari kerja lain aja, Tir, nanti aku bantu cariin lowongan buat kamu”
“Bukannya gak bisa, Ar. Kamu tau, kan, dari dulu aku pengen pergi sejenak meninggalkan kota ini, mencari suasana baru, walaupun yang ini tidak sejenak. Ibu juga sudah seneng banget denger kabar kalau aku berhasil promosi, aku gak mau ngecewain ibu, Ar. Dulu ibu merogok banyak isi kantongnya supaya aku bisa ikut banyak pelatihan untuk dapat pekerjaan, walaupun semua pelatihan yang aku ikuti berbanding terbalik dengan pekerjaan yang aku dapat. Tapi, saat dulu aku keterima kerja, Ibu Bahagia banget, Ar. Soalnya ia tau betul bahwa anak laki-lakinya ini tak punya bakat apa-apa buat diandelin. Kalau besok ia harus mendengar kabar tentang anaknya yang resign padahal baru saja dapat promosi, ia pasti kecewa berat. Ibu bukan tipe perempuan yang bisa marah, Ar. Ibu lebih memilih memendam, lalu menangis dikamar semalaman, dan aku gak pengen itu terjadi lagi”

“Yah, gak bisa banget, ya?” mata Sekar mulai berkaca, kali ini ia yang menarik napas panjang. “Yaudah, malam ini kita gak usah keluar, disini aja. Boleh ke warung buat beli Kopi, Tir? Stokku habis, nih. Kita quality time dengan kopi, ide bagus, kan?”
“Kalau gak suka kopi, gak usah dipaksa, Ar. Nanti asam lambungmu yang super sensitif itu bakal naik lagi, cokelat panas aja, yah”
“Tapi aku pengen samaan”
“Kali ini aku yang keras kepala, boleh?”

“Jadi menurut kamu, aku keras kepala?
“Iyalah, pake nanya” ejek Atir sambil menarik kantong matanya “Aku, beli dulu, wleeee”
“Awas kamu, ya. Entar kopimu aku campurin gergaji besi biar kamu keselek”
Atir lalu pergi ke warung dengan senyam senyum. Di dapur, Sekar menyalakan kompor dan merebus air sembari menunggu Atir pulang membawa minuman mereka. Suasana hening, jarum jam terdengar begitu jelas, Sekar dipeluk nelangsa, sebab Atir tak lagi bisa ia lihat langsung dalam waktu yang lama.

Atir telah kembali, kopi dan susu lalu di seduh. Ruang tamu indekos menjadi saksi tawa terakhir mereka berdua yang entah kapan akan terulang lagi. Segala cerita mereka bagi, melepas semua penat yang terlewati.
Hingga jam dinding menunjukkan pukul 23:15, ia harus segera pulang, mengingat ibu yang mungkin menunggu kepulangannya di rumah.
Atir melihat sekeliling indekos Sekar, merekam sudut-sudut ruangan dengan mata kepalanya, lalu menyimpannya dalam hati agar mudah ia ingat saat mereka sudah berjarak dan sulit untuk bertemu lagi. Lalu dengan berat hati, ia pamit dari indekos Sekar.

Wahai, Atir. Warna dalam hari-hariku sepertinya akan segera memudar. Tak akan ada lagi wujudmu yang mewarnai dalam waktu dekat. Ketahuilah, di sini aku menanti kembalimu. Semoga kita selalu kuat.

****

18 Mei 2021

Happy Birthday, Tir” sebuah notifikasi masuk di ponsel Atir tepat pukul 12:12 dini hari.
“Akhirnya, ada juga yang ngucapin, hahaha. Makasih banget, ya, Ar” ketiknya sebelum notifikasi panggilan video muncul di layer gawainya.
Ruangan gelap gulita, korek api yang menyala, dan wanita cantik jelita, menjadi pemandangan pertama yang muncul dilayarnya tatkala ia mengangkat dering teleponnya.
“Make a wish, Tir!” ucapnya bahagia

“Semoga bahagiamu menjadi selalu, semoga senyummu menjadi senantiasa, semoga kesehatan selalu memelukmu, semoga kita segera bertemu” pintanya seraya menutup mata. “Oh, ya. Diantara semua doa dan permintaan disisi tuhan, semoga tentangmu yang dikabulkan”
“Wishnya, buat kamu, dong. Malah doain aku, yang ulang tahun kan kamu”
“Tiap hari aku gak pernah absen dari berdoa, Ar. Khusus untuk waktu istimewa ini, jatah doaku buat kamu”

“Tir, rindu.” ucapnya sendu.
“…” Atir yang sedang menikmati cokelat di tangan kanannya hanya menganggukkan kepala.
“Itu, SilverQueen? Kayaknya enak, bagi, dong” “wleee” ejeknya sambil menjulurkan lidah. “Tir, kamu tau, gak, kenapa aku suka cokelat?”
Atir menggeleng.
“Cokelat mengandung zat endorfin yang bisa membuat penikmatnya bahagia, karena itu aku merindukan kulit cokelatmu”
“Jangan gitu, Ar. Takutnya aku jadi gak bisa menahan rindu juga, sebab aku merindukanmu, seperti bunga pada hujan saat sedang kemarau” ucapnya lirih “Tidak ada satupun celah dari dirimu yang tidak kurindukan”
Dua manusia yang telah lama tak bersua itu, menghabiskan malam dengan berbagi kisah; tawa dan duka.

Ar. Sudah berkali hari lahirku, namun tak kunjung lahir kepastian kita, entah mengapa. Saat aku mencoba memastikan, kau selalu mematikan.

****

21 Juli 2021

Cahaya siang menembus jendela kamar indekos sekar yang temaram saat ia baru saja bangun dari tidurnya, sebab semalam ia begadang mengedit tulisan milik Langit.

Kian hari, sekar menjadi perempuan yang menyebalkan. Bukan tanpa alasan, tekanan pekerjaan seringkali menyerangnya. Pihak penerbit kali ini meminta Sekar untuk mempercepat pengeditan naskahnya. Sekar yang pikirannya sedang tidak dalam keadaan maksimal, merasa kesulitan saat menyunting naskah. Ia juga manusia, ada kalanya tak baik-baik saja. Sialnya hal itu datang ketika ia harus mengejar jam tayang penerbitan.
Tepat saat ia baru akan membasuh wajahnya, ada seseorang yang mengetuk pintu indekosnya. Sekar yang sedang kalut memilih untuk mengabaikan, namun ketukan itu tak kunjung berhenti. Ia membuka pintu indekosnya dengan mood buruk. Disana ia menemukan Atir yang kembali membawa boneka beruang, kali ini berbeda, beruangnya berwarna abu-abu.

Happy Birthday, Ar. Harus aku doain lagi?” kejut Atir.
“Gak perlu, aku udah gede, bisa sendiri” jawabnya cuek.
Pada hari ulang tahunnya kali ini, ia tidak terlihat bahagia. Tekanan pekerjaan seperti mengambil semua jatah bahagianya di hari itu. Bahkan, kedatangan Atir yang jaraknya tidak dekat, masih belum bisa membuatnya Bahagia.
Atir yang melihat perubahan sifat pada sekar, mencoba berpikir positif tentang apa yang sedang Sekar alami.
“Masuk dulu, gih” ucap Sekar cuek.
“Siap, tuan putri” balas Atir dengan tangannya yang menghormat bak jenderal.

Atir lalu masuk ke ruang tamu indekos Sekar sembari membawa kotak bingkisan yang ia siapkan khusus untuk sekar di hari istimewanya.
Sekar yang jarinya masih sedang mengelilingi keyboard laptop, mengabaikan Atir yang saat ini sedang duduk di kursi sambil memainkan jari di layar ponselnya.

“Ar, aku ke dapur, yah. Pengen ngopi, nih” izin Atir.
“Yaudah, masuk aja, kopi ada di samping kompor”
Setelah kopi yang Atir seduh tersisa seperempat gelas, Sekar mengangkat bokong dari kursi di depan laptopnya, berpindah ke kursi di hadapan Atir.
Tanpa banyak bicara, ia mengambil kotak yang Atir bawa lalu membukanya.
“Boneka beruang lagi, Tir? kamu gak punya ide lain, apa?” ucap Sekar jutek.
“Tapi kali ini beda, loh. Warnanya abu-abu” balas Atir dengan senyum yang memamerkan giginya.

“Yah, bedanya disitu doang. Ini merknya pun sama, gak kreatif amat, sih”
“Yah, aku pikir kamu suka banget sama boneka beruang. Toh, foto profilmu whatsapp mu aja boneka beruang”
“Ya, tapi gak boneka beruang mulu, Tir. Kalo tahun depan kamu kasih boneka beruang lagi, aku buang, loh, ya,”
“Siap, tuan putri”

Sekar, aku tak punya ide tentang apa yang membuatmu memunculkan sinyal red flag kali ini, akankah kata “kita” masih ada di tahun berikutnya? akankah lagi kita saling mendoakan di hari istimewa?

****

12 September 2021

Hari ini menjadi hari yang paling tepat untuk istirahat bagi Atir setelah seminggu penuh ia bekerja. Untuk memaksimalkan tenaganya di hari esok, ia memilih untuk rebah di kasur, hingga ia tersadar dari alam mimpi saat petang sudah tiba.
Saat ia menyalakan data seluler ponselnya, muncul banyak notifikasi panggilan tak terjawab dari Sekar. Khawatir akan itu, ia segera menghubungi Sekar balik. Kali ini, panggilannya yang tidak terjawab.

Di percobaan ke-13, akhirnya Sekar mengangkat teleponnya. Dari ponselnya, Atir mendengar suara tangisan perempuan yang paling ia sayangi. “Kamu kenapa, Ar?” tanyanya lembut “…” Sekar masih terisak.
“Gapapa, Ar. Cerita aja, kamu kenapa?”
Sambil mencoba mengecilkan tangisnya dan mengatur napasnya, Sekar memulai pembicaraanya.
“Tir… aku seburuk itu, ya?” ucap Sekar sambil menarik ingus karena tangisnya.

“Maksudnya gimana?” tanya Atir lembut.
“Kemarin dikantor aku dimarahin sama bos. Tadinya aku gak sengaja numpahin kopinya, terus dia marah ‘Ya ilah, Sekar, Kalo jalan liat-liat, dong. Liat, nih, baju gue jadi kotor kaya muka lu yang jerawatan itu,’ pas dengar itu aku hancur banget, Tir. Waktu aku baru pengen minta maaf terus ambilin kopi lagi buat dia, dia malah udah pergi ke ruangannya sambil marah-marah gajelas. Aku buruan ke kamar mandi, gegara dengar ucapan doi, aku gak bisa nahan tangisku, Tir. Bahkan sekarang aku udah di rumah, tiba-tiba kepikiran lagi”
“Bos kamu jahat bener, Ar. Maaf, yah, aku jauh, gabisa bantu apa-apa buat kamu. Tapi, aku ingin kamu tau, Ar. Kamu sempurna di mataku, kalau kamu merasa nggak sempurna, berhentilah pakai cermin itu, berkacalah di mataku, sebab disana tidak ada satupun kekuranganmu, kamu akan menemukan versi terbaikmu disana setiap harinya, Ar”
“…” mendengar itu, Sekar hanya bisa diam dan menarik ingus dari isak tangisnya.

“Aku tau, kok, kehadiranku walau jauh ini gak akan bisa nyelesaiin semua masalah kamu gitu aja. Tapi, setidaknya kamu gak akan sendirian menghadapi masalah itu, Ar. Aku selalu siap buat jadi tempatmu bercerita. Adakalanya masalah berat itu cuma perlu di ceritakan, biar bebanmu tidak kamu pikul sendirian, gak semua masalah harus terselesaikan dengan cepat, kan?”
“Makasih banget, yah, Tir”
Tangis Sekar perlahan terhenti, pembicaraanpun mulai bertransisi dari tangis menjadi tawa. Ya, soal membuat Sekar tertawa, Atir ahlinya.

Tir, maafkan aku yang tak pernah berani meminta maaf setelah memarahimu, setelah menjadikanmu tempat pelampiasanku, setelah menjadikanmu tempat melepas emosiku. Tir, ketahuilah, aku selalu merindukan hadirmu.

****

25 Maret 2022

Jum’at ini, Atir mengambil cuti dan memilih berpulang ke Kota kita untuk melihat keadaan ibu dan adiknya, tentu keadaaan Sekar juga.
Ia memulai perjalanannya saat jarum jam menunjukkan pukul sembilan. Ia keraskan volume airpodnya dan menjadikan musik sebagai penemani perjalanannya, lagu yang dimainkanpun benar-benar acak. Mulai dari reggae, rock hingga pop punk.

Lagu demi lagu mengalun silih berganti. Kian lama, lirik lagu yang ia dengar kian terhubung dengan hidupnya. Manusia memang aneh. Kalau sedang bersedih, semua hal yang mengandung drama akan bisa disangkutpautkan dengan hidupnya sendiri.
Adzan isya’ berkumandang ketika ia baru melewati gerbang selamat datang Kota kita, dirasakannya suasana kota kelahirannya yang lama tak ia jumpai, dihirupnya aroma udara yang ia rindukan, ditatapnya pemandangan laut yang ada disebelah kanan motor matic kuningnya.
Kini didepan kelopak matanya ada tempatnya bertumbuh dewasa, rumah. Dengan tenang ia melihat keadaan sekitar yang masih saja belum ada perubahan, lalu mengetuk pintu dan masuk ke dalam.

“Assalamu’alaikum” salam Atir sambil masih menggendong ranselnya.
“Wa alaikum salam, uhuk uhuk” jawab Ibu dengan batuk kering.
“Astagfirullah, ibuk sakit? adek mana, buk?”
“Adek belum pulang, tadi sore di jemput sama temennya buat kerja kelompok”
“Ibuk istirahat dulu, yah”

Atir lalu masuk kedapur dan membuatkan air gula hangat untuk ibu. Tak lama setelah air gula habis, ibu yang sedang lemah akhirnya tertidur pulas.
Pukul 11 lebih, terdengar suara salam dari luar rumah. Atir berdiri dari sofa, beranjak membukakan pintu untuk Dana, adik laki-lakinya.

“Kamu dari mana?” tanya Atir mengecilkan suara.
“Dari rumah temen, ngerjain tugas” Dana lalu mengeluarkan boneka pinguin yang terbuat dari kaos kaki bekas yang warnanya sudah menguning dari dalam tasnya “Ini dia, bagus, kan?”
Tanpa sempat mengapresiasi karya adiknya, Atir menyuruh Dana masuk dan duduk di kursi, membahas tentang penyakit yang sedang ibu idap.
“Ibu sakit udah dari kapan?” tanya Atir.
“Udah hamper sebulan, kak”

“Kamu kenapa gak kasih tahu kakak?”
“Ibu gak ngebolehin, katanya biar kakak fokus kerja”
“Allahu Akbar… Yaudah, Dan. Kamu istirahat aja dulu, besok masih masuk sekolah, kan?”
“Eitssss, Oleh-oleh buat adek yang ganteng dan imut ini mana?”
“Punya adek cuma tau bikin repot” Atir lalu mengambil dompet dari saku belakangnya dan memberikan Dana beberapa lembar uang kertas “Nih, buat jajanmu besok”
“Horeee!!!” teriaknya senang.

Pagi ini tidak begitu cerah, matahari kali ini tampak seperti keberatan untuk mengilaukan sinarnya, seperti Atir yang harus dihadapkan dengan pilihan berat. Resign dari pekerjaannya untuk menjaga ibu atau memilih melanjutkan pekerjaannya, memercayakan perawatan ibu sepenuhnya pada Dana dan hanya mengirim sejumlah uang dari jauh.
Pilihan kali ini begitu berat, Atir membutuhkan petunjuk tuhannya dalam mengambil keputusan. Diambilnya wudhu, dihamparkannya sajadah, dan berdirilah istikharah.
Mengetahui kabar ibunya yang sudah mulai melemah dan sakit-sakitan, Atir mengambil sebuah keputusan besar. Ia memilih resign dari tempatnya kerja, dan mencari pekerjaan baru di Kota kita agar tak jauh dan tetap bisa menjaga ibunya. Bantuan tuhan datang dengan begitu cepatnya.

Ibu, anakmu yang sedang memantaskan diri ini sedang dalam fase berat, tolong tetaplah sehat dan jangan pergi, Ibu.

****

18 Mei 2022

Pagi ini matahari sepertinya sedang tidak baik-baik saja, kali ini ia tidak begitu cerah, ditutupi oleh awan kelabu. Seperti itu juga kabar Atir kali ini, yang seharusnya ia lihat pagi ini, masih saja belum muncul. Entah Sekar yang sedang tertidur pulas atau mungkin ia telah melupakan hari istimewa Atir.
Jarum jam sudah bersudut 90 derajat, tepat jam 9 pagi, dibersamai dengan Atir yang sudah berdiri didepan kasir counter minimarket tempat kerja barunya. Satu per satu barang belanjaan orang-orang ia scan di mejanya.

“FOOW, FOOW, FOOW ” seperti itu bunyi yang terdengar dari alat pendeteksi kode batang produk, namun bunyi notifikasi di gawai atir tak kunjung berbunyi. Orang demi orang berganti mengantri, namun orang yang Atir inginkan masih saja belum berkabar.
Matahari berada sejajar dengan kepala manusia di kotakita, ditandai dengan notifikasi gawai Atir yang akhirnya berdering juga.
“Assalamualaikum, ganteng. Selamat ulang tahun, yah. Maaf baru berkabar siang ini, hehe”

Melihat itu, lengkungan pada bibirnya kembali tercetak. Segera mereka lanjutkan kebiasaan mereka bertukar cerita seperti setiap harinya, doa-doa di hari istimewa untuk orang yang istimewa kembali dipanjatkan, hingga akhirnya harus terhenti karena waktu yang sudah memasuki jam kerja.
Klasik, tidak ada yang begitu istimewa pada ucapan ulang tahunnya kali ini, mungkin karena kesibukkan yang mengacaukan kepala atau karena Atir yang sudah dewasa. Sembari menegakkan dada, Atir kembali lanjut menjaga kasir.

****

3 Juni 2022

Siang ini kepala Atir diketuk oleh satu ide gila, menghilang dan memberi kejutan kepada sekar. Sebab bulan depan adalah ulang tahun sekar, ia berniat menghilang sembari mengumpulkan uang untuk membeli hadiah terbaik untuk hari terbaik Sekar. Diambilnya gawai yang berada di kantong belakangnya, lalu ia mengecek saldo yang tersisa, sayang, masih belum cukup untuk membeli barang yang diinginkanya.

Sesaat setelah jam makan siang, ia memutuskan untuk pergi berkeliling dan mencari tahu harga dari hadiah yang ingin ia berikan untuk Sekar. Setelah dihitungnya, uangnya baru akan cukup jika ditambah dengan lima puluh persen gaji yang ia terima diawal bulan depan. Untuk Sekar, kali ini Atir akan mengancing perut demi kisah mereka berdua.
Atir menundukkan kepala, berharap kali ini semesta akan mendukungnya. Kembali ia masukkan gawai ke kantong belakang celananya, kembali juga ia berjalan ke minimarket tempatnya bekerja.

****

21 Juli 2022

Hari ini Atir memilih mengambil cuti demi menyiapkan hadiah yang telah ia siapkan untuk Sekar jauh-jauh hari. Seperti biasa, pagi ini dia membasuh muka dengan sabun wajah, menyikat gigi, lalu mandi. Setelah dipakainya baju yang ia rasa baju terbaik dalam lemarinya, Atir tancap gas menuju toko-toko yang harus ia kunjungi untuk memenuhi daftar hadiah yang akan dibelinya untuk Sekar.
Matahari mulai bersembunyi tatkala Atir sudah siap dengan segala hal yang akan ia berikan ke Sekar hari ini. Dengan hati yang agak berat karena lama tak berkontak dengan Sekar, Atir mencoba meneleponnya.

“Ar, entar malam sibuk?”
“Gak sekalian tahun depan aja ngehubunginnya, Tir?”
“Yah, maaf, Ar. Ketemu boleh?”
Perasaan Sekar campur aduk, ingin marah karena Atir yang baru kali ini berkabar lagi, ingin senang karena akhirnya bisa kembali bertemu lagi dengan Atir. Ia lalu terdiam sejenak.
“Boleh, malam ini aku ke alun-alun, kebetulan disana lagi ada pameran sastra”
“SIAP, KOMANDAN!!!”

Motor kuning Atir berhenti, menandakan ia telah tiba di alun-alun kota. Agak sulit ia memarkir motor sebab kotak yang dibawanya cukup besar. Dari parkiran, Atir melihat Sekar yang sedang duduk di bangku terotoar menunggunya. Ia ketatkan ikat pinggangnya, ia rapikan rambutnya, lalu berjalan sambil mengangkat kotaknya menuju terotoar alunalun.

“Selamat hari jadi, cantik!!!” teriak Atir cukup keras yang membuat orang sekitar melirik.
“Kali ini beruang lagi?” ucap Sekar lemas karena kesal dengan Atir yang baru kali ini berkabar dan tidak ingin beruang lagi. “Kalo beruang lagi, kubuang, loh”
“Buka aja, deh” ucapnya dengan senyum dan mata yang berbinar.
Sekar membuka kotak itu dengan perlahan, saat kotaknya sudah sedikit terbuka, ia sudah curiga karena melihat bulu boneka berwarna coklat dalam kotaknya. Emosi, kecewa, sedih, membuat Sekar mengambil keputusan naif, dilemparnya beruang itu ke tengah jalan.

*Suasana hening*
Atir berlari dari trotoar ke garis jalan tanpa melihat kiri dan kanan. Saat tangannya baru menyentuh boneka beruang, bunyi klakson mobil yang bergemuruh terdengar dari telinga kanannya.
“DUARRR!!!”
Sebuah minibus berhasil merobek bagian belakang kepalanya. Shock, Sekar segera berlari mendatangi tubuh Atir yang terbaring tak bertenaga di tengah jalan. Air matanya mengucur sungguh deras, ribuan penyesalan tetiba lahir di benaknya. Teriakannya makin berkecamuk setelah mendengar kalimat yang keluar dari mulut Atir.
“Ti…. Tidak mengapa, Ar” Atir berusaha melanjutkan kalimatnya “Aku tetap mencintaimu”
Setelah kata itu, tubuh Atir lemas, nadinya tak lagi berdetak, nafas tak lagi keluar dari hidungnya, matanya tertutup dan bibirnya tersenyum.
Teriakan dan tangisan Sekar berkecamuk, segala bahagianya hilang seketika. Lalu seseorang datang membawa boneka beruang itu.
“Ini bonekanya, mbak”

Sekar semakin shock, ia melihat di tangan boneka beruang itu ada sebuah kotak cincin dan secarik keras tergantung. Tangisannya kini tidak bisa terbendung.
Tak ada yang bisa ia lakukan selain membuka kotak itu dengan tangis yang tak bertolerir lalu membaca tulisan di secarik kertas itu.

Ar, maaf aku tidak pandai menulis dan merangkai kata sepertimu. Tapi, sungguh aku ingin kau mendampingiku hingga masa tua dan akhir hayatku, inginkah kau dibersamai olehku?

****

SEMESTA KOTAKITA, SELESAI.

Previous articleAmerta
Next articleMaaf, Kepada Pemilik Semesta

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here