Nama: Salsabila Putri
Jurusan: Manajemen Pendidikan Islam
semester: I
Dari sekian banyak jawaban, aku memilih untuk mengucap dalam hati kalimat itu sebagai jawaban atas pertanyaan di kepalaku yang selalu melemparkan aku ke sana ke mari, mengajakku kepada potongan kejadian yang berusaha aku hindari mati-matian. Tentang minuman rasa coklat dengan sedikit gula dan tambahan es batu, Tentang kursus bahasa Inggris bersama di hari Minggu mana mungkin aku lupa Mana mungkin aku lupa.. Mana mungkin aku.. Mana mungkin.. Mana- of bulltanitari
“Neng salsa, ya?”
Suara yang sudah melemah sebab termakan usia itu membuatku kembali pada realita. Suara yang sangat akrab didengar di telinga.
“Wah, benar, Neng Salsa, Sudah kali kelima di bulan ini, ya? Neng Salsa ke sini terus, Saya sampai ngitungin, loh Hahaha.”
| I know a place | Is somewhere i go when i need to remember your face
Kamu mungkin melihat aku. Berjalan dengan gaya
khas kedua kakiku yang sering kamu ejek, “kamu
kalau jalan kayak siput!” dan akan aku balas
dengan “kalau aku siput, kamu keriput!” dan
akhirnya dilanjutkan dengan rentetan lelucon
aneh yang tidak ada habisnya sampai salah satu
Dari kita mengalah orang-orang mungkin akan
bertanya-tanya tentang apa yang lucu dari lelucon kita. Anehnya, bagiku itu lucu sekali. Atau mungkin itu karena bercandanya sama kamu, ya?
Kamu mungkin melihat aku. Duduk di kursi panjang di samping pohon beringin besar yang dulu sering kita imajinasikan untuk membangun rumah pohon seperti sinetron-sinetron romansa
tulisanbtari.
Sinetron-sinetron dengan tokoh utama anak SMP dan SMA yang kita tonton zaman sekolah dasar. yang nanti akan diisi dengan: dua bantal biru dan merah muda dari ruang tamu rumahmu, satu boneka kucing berukuran sedang punyaku, dan dua boneka beruang seukuran tangan yang memakai topi toga-hadiah yang diberi mamaku waktu kita lulus dari sekolah menengah beberapa tahun lalu. Oh, nanti akan ada buku-buku juga, Kemudian kamu bilang mau menambahkan lukisan kamu sendiri.
| We get married in our heads | Something to do while we try to recall how we met
“Nanti aku cat aja pakai tanganku sendiri, aku buat lukisanku kamu diam aja tunggu aku selesai lukis.”
“lya, deh, Mr. Art-Man. Bukan Ant-Man, tapi Art- Man kalau kamu, mah. Si anak DKV paling ‘nyeni’ abis dan seniman ternama. Wuissss.”
| Do you think I have forgotten?
Mr. Art-Man. Aku jadi tertawa sendiri. Kalau aku, kamu namakan Miss Poetic (kadang-kadang Miss Crybaby, sesukanya kamu mau panggil apa pada hari-hari tertentu). Kamu paling tahu aku suka menulis puisi-puisi. Makanya kalau nanti dua sisi dari rumah pohon yang berbentuk kubus itu akan diisi dengan lukisan kamu, dua sisi sisanya akan penuh dengan puisi-puisiku. Salah satunya adalah yang kamu suka sekali, puisi dengan tajuk Aku Ingin Menjadi Dermaga Bagimu, Tuan Pesiar.
| Do you think I have forgotten?
Kamu mungkin melihat aku. Sedang tenggelam dengan angan-angan yang dulu ada di kepala kita tentang jadi apa kita di esok hari. Tentang deretan film jadul yang mau kita tonton sama-sama dengan jadwal berondong jagung yang bergantian, kadang manis sesuai kesukaanmu, kadang asin sesuai kesukaanku.
Kamu mungkin akan tertawa kalau melihat sekarang aku mencampurkan berondong jagung yang manis ke dalam tumpukan yang asin. Pasti akan kamu komentari dengan, “tuh, ‘kan, sekarang suka yang manis juga, kan?”
| Do you think I have forgotten | About you?
Kamu mungkin melihat aku. Atau mungkin, kamu
sudah lupa dengan aku. Namun, aku tidak
mungkin melupakan kamu dan seluruh sisi dari
kamu, Rid. Sebab wajahmu sekarang tidak dapat lagi aku tangkap dengan sepasang netraku sendiri. Sebab sekarang tatapan lurusku sudah tidak ada yang membalas dengan tatapan yang menyipit karena selalu tersenyum. Sebab sekarang aku jadi harus berusaha lebih keras untuk mengingat-ingat.
Bagaimana gerak-gerik kamu karena aku tidak
ingin lupa sama sekali. Kata mereka, mungkin
beberapa tahun lagi, aku bisa lupa suara kamu
aku tidak mau. Kamu mungkin melihat aku Jauh dari atas sana.
| Wait and pretend. Hold on and hope that we’ll find our way back in the end
Ternyata pada akhirnya aku tidak bisa jadi dermaga tempat kamu berpulang setelah seharian berlayar. Ternyata pada akhirnya kamu tidak bisa selalu jadi Tuan Pesiar yang berakhir di dermagaku. Ternyata kita tidak bisa mewujudkan rumah pohon itu, Rid. Begitu pula daftar tontonan kita yang aku ceklis sendirian. Begitu pula dengan kopi susuku yang tidak bersampingan dengan cokelat dingin kamu. Namun, aku tidak lupa. Aku tidak mau lupa. Aku tidak mau lupa kamu.
“Neng Salsa saya baru cek ternyata ini sudah tahun ketiganya Mas Farid, ya? Neng Salsa yang sabar, ya. Neng Cantik, semoga Mas Falid selalu tenang dan bahagia melihat Neng yang sering datang ke mari. Bapak pamit dulu ya, Neng. Jangan malam-malam pulangnya. Mari, Neng.”