Nama: Syahida Amalia
Jurusan: Bimbingan dan Konseling Islam
Semester: I
Di tengah terik matahari kota Palu dan hiruk-pikuk kehidupanla kampus, Nampak seorang gadis berjalan menyusuri koridor dengan langkah yang lemah. Gadis itu menggunakan jilbab kuning segar, dan sepatu kets putih kesukaannya, ia selalu merasa mudah kesana-kemari dengan ringan jika menggunakan sepatu itu.
Sylaa, namanya. Ia dikenal sebagai sosok gadis periang dengan senyuman manis dan binar mata yang selalu menghiasi wajah cantiknya. Namun hari ini, Sylaa bukanlah sylaa yang biasanya, tatapan binar tersebut berubah menjadi sayu dan berkaca-kaca. Hari ini adalah hari ketiga sejak ia menginjakkan kaki di kampus itu sebagai mahasiswa baru, dan baru kali ini pula ia bersikap seperti itu. Tentu saja bukan tanpa sebab. Ini tak lain karena harinya yang tak selalu baik.
Di pagi hari, semuanya berjalan dengan lancar seperti hari-hari sebelumnya. Ia selalu tersenyum ceria dan tertawa lebar bersama teman-temannya. Namun, ketika ia memasuki kelas kedua, tiba-tiba ia merasa dirinya menjadi sangat asing dan merasa sendiri dalam keramaian kelasnya. Ia terbenam dalam kebingungan dan kesedihan yang dalam. Ia mengamati sekeliling, teman-temannya begitu cakap dan terampil dalam mata kuliah yang sedang berlangsung, sementara Sylaa hanya diam dalam ketidaktahuannya. Sungguh hanya dia yang diam, hanya dia yang bungkam, bisu seribu bahasa. Yang ada dalam benaknya hanyalah ketidakberdayaan dan ketakutan. Saking takutnya, ia merasa dadanya sesak dan air matanya seolah akan segera tumpah. Ia hanya berharap agar proses pembelajaran itu akan segera berakhir, dan ia akan hilang seperti petir.
Benar saja. Begitu dosen menutup perkuliahannya, ia tak lagi berpikir apapun selain segera meninggalkan kelas itu. ia berjalan setengah berlari agar segera mungkin menghilang dari tatapan teman-temannya. Tatapan yang seolah membusurkan anak panah asing kepadanya. Tibalah ia di koridor kampus, langkahnya melemah, nafasnya tersengal-sengal. Tiba-tiba ia merasa kelopak matanya hangat dan jantungnya berdebar-debar. Dalam kepalanya muncul banyak pertanyaan yang mendesak untuk dijawab, Namun yang paling mencolok adalah, “Apakah ia akan sanggup menghadapi semester-semester selanjutnya?” Sylaa semakin gelisah. Ia terjebak dalam ketakutan yang diciptakan oleh pikirannya sendiri. Beruntung saat itu ponselnya bordering. Seketika itu membuyarkan perasaannya sejenak.
“Halo, Assalamu”alaikum kak Arham… oh iya. Baiklah!”
Ternyata, panggilan itu dari Arhan, kakak laki-laki Sylaa yang juga merupakan mahasiswa di kampus itu. hanya saja, Arhan masuk dua tahun sebelum Sylaa. Seperti biasa, di waktu istirahat kuliah, Arhan selalu menyempatkan diri bertemu dengan adiknya.
Singkat cerita, mereka bertemu di salah satu gazebo yang berada di kampus. Arham melihat Sylaa dengan tatapan bingung dan akhirnya bertanya.
“Ada apa dengan dirimu?” tanya Arham.
Sylaa yang ditanya seperti itu pun seketika tangisnya pecah. Ia berusaha meredam suaranya karena mengingat mereka sedang berada di tengah keramaian kampus.
Arham yang melihat Sylaa butuh waktu dan tempat untuk bercerita,
kini mengajaknya ke rooftop kampus agar Sylaa bisa leluasa meluapkan isi hatinya.
“Menangislah sampai hatimu sedikit lega,” ucap Arham dengan nada yang di buat sehalus mungkin.
Di tengah isak tangis Sylaa, Arham bertanya, “Apa yang membuat dirimu menangis hingga sesegukan seperti ini?”
Sylaa mengusap air mata yang terus mengucur deras di pipinya, berusaha mengumpulkan keberanian untuk berbicara.
“Aku merasa semua orang lebih pintar dan lebih siap dibandingkan aku,” ujarnya dengan suara bergetar.
Arham tersenyum lembut, mencoba memberikan semangat pada adiknya.
“Ingat, setiap orang punya perjalanan dan prosesnya masing-masing. Tidak ada yang instan. Yang terpenting adalah kamu berusaha. Jika kamu merasa kesulitan, jangan ragu untuk bertanya atau minta bantuan. Teman-temanmu pun pasti merasakan hal yang sama,” katanya sambil memandang Sylaa dengan penuh perhatian.
“Jadi, aku tidak sendiri?” Sylaa menatap kakaknya dengan harapan yang mulai tumbuh di matanya.
“Tentu saja tidak. Kampus ini adalah tempat untuk belajar dan saling mendukung. Setiap orang di sini, termasuk dirimu, sedang berusaha mencari jati diri. Yang penting adalah terus bergerak maju dan tidak terjebak dalam ketakutanmu,” jawab Arham, memberikan dorongan yang diperlukan.
Sylaa mengangguk perlahan. “Aku akan mencoba untuk tidak membiarkan pikiran-pikiran negatif itu menguasai diriku,” ujarnya, mulai merasa lebih ringan.
“Bagus! Setiap langkah kecil yang kamu ambil adalah kemajuan. Dan ingat, aku selalu ada untukmu jika kamu butuh dukungan,” Arham berkata sambil memegang bahu Sylaa, berharap hal itu bisa memberikan rasa aman.
Mereka berdua terdiam sejenak, menikmati hamparan laut yang luas dan tenang di depan mereka. Kampus mereka memang tepat berhadapan dengan laut lepas.
Perlahan, keheningan itu terisi dengan harapan baru.
Sylaa merasa seolah ada cahaya yang mulai menerangi kegelapan yang selama ini menyelimuti pikirannya.
“Terima kasih, Kak Arham. Aku akan berusaha lebih baik,” kata Sylaa, dengan senyuman kecil yang kembali terbit di wajahnya.
“Bagus! Dan jika kamu merasa kesulitan, ingatlah untuk tidak menyimpan semuanya sendiri. Bicaralah kepada teman-temanmu, dan jangan ragu untuk meminta bantuan. Kita semua ada di sini untuk saling mendukung,” Arham menjelaskan dengan penuh perhatian.
Sylaa merasa semangatnya kembali tumbuh. Mungkin perjalanan ini tidak akan mudah, tetapi dengan dukungan dari orang-orang terkasih, ia yakin bisa melewati semua tantangan yang ada.
“Aku siap menghadapi semester ini,” gumamnya, kini dengan keyakinan baru.
Mereka pun beranjak dari rooftop, menyusuri jalan kembali ke kampus dengan langkah yang lebih ringan, bersiap untuk menjalani hari-hari baru yang penuh harapan dan tantangan. Nasehat Arhan kepada Sylaa bagaikan hujan pertama di musim kemarau. Menyejukkan dan memberi janji kehidupan.
“Setiap perjalanan baru seringkali diwarnai rasa takut. Namun, keberanian untuk mencoba dan berinteraksi dengan orang baru, serta pengalaman baru,
bisa mengubah ketakutan tersebut menjadi kekuatan.
Ketika kita percaya pada diri sendiri, kita bisa melampaui batasan yang kita buat.
Dan Semoga semangat dan keyakinan selalu menyertai kita semua dalam menjalani kehidupan.
Teruslah berani untuk mencoba hal-hal yang membuatmu ragu dan takut!”
“Syhdaamlia_28oktober202