Home CERPEN Pada Titik Perjumpaan

Pada Titik Perjumpaan

33
0

Nama: Siti Hajar Musyawir
Jurusan: Pendidikan Bahasa Arab
Semester: I

Di tengah kehidupan yang monoton, aku merasa seolah-olah waktu hanya berputar tanpa arah. Pagi hari dimulai dengan secangkir kopi dan kesibukan kerja yang tak pernah berujung, sementara malam datang dengan sunyi yang seakan menggenggamnya begitu erat. Aku sering bertanya-tanya, apakah ada sesuatu yang lebih dari ini? Sesuatu yang bisa membuatku merasa hidup kembali.

Suatu sore, ketika langit mulai merona jingga, aku duduk di bangku taman yang tak jauh dari rumahku. Biasanya, aku hanya akan datang ke sana untuk sekadar menghirup udara segar setelah hari yang melelahkan. Namun, hari itu terasa berbeda. Entah mengapa, hatiku tiba-tiba terasa hampa, seperti ada yang hilang tanpa ku tahu itu apa.

Saat sedang melamun, seseorang duduk di sebelahku. Aku terkejut, bukan karena kehadiran orang itu—taman itu memang sering ramai pengunjung—tetapi karena ada sesuatu yang berbeda dalam tatapan orang tersebut. Matanya, yang tajam namun penuh kelembutan, seakan menyiratkan bahwa aku telah lama mengenalnya.

“Pernahkah kamu merasa bahwa kebahagiaan datang dengan cara yang tak terduga?” tanya pria itu, suaranya lembut, namun penuh makna.

Aku menatapnya bingung. “Apa maksudmu?”

Pria itu tersenyum, lalu menjawab, “Kadang, kita terlalu sibuk mencari kebahagiaan di tempat yang kita kenal, padahal kebahagiaan bisa saja datang dari tempat yang tak terduga. Seperti saat kita bertemu di sini, misalnya.”

Aku merasa aneh, karena tak pernah melihat pria ini sebelumnya, dan aku juga merasa ada sesuatu yang aneh dalam kata-katanya. Namun, ada hal lain yang lebih kuat—rasa nyaman yang mendalam, seolah orang ini sudah lama ada dalam hidupku, meski baru pertama kali kami berbicara.

Nama pria itu adalah lutfi, dan seperti halnya aku, dia juga sedang mencari arti kebahagiaan dalam hidup yang terasa kosong. Sejak pertemuan pertama itu, kami mulai berbagi cerita. Aku tak tahu mengapa, tetapi setiap percakapan dengan lutfi membuatku merasa seolah hidupku memiliki warna yang lebih cerah.

Hari-hari berlalu, dan kedekatan kami semakin intens. Lutfi menjadi sosok yang selalu ada ketika aku merasa lelah atau tertekan. Dia tak hanya mendengarkan, tetapi juga memberi perspektif baru tentang hidup yang selalu ingin ku capai. Dari mulai momen-momen kecil, seperti menikmati secangkir teh di kafe kesukaan kami, hingga diskusi mendalam tentang impian dan ketakutan, semuanya terasa begitu alami.

Namun, pada suatu malam, Lutfi mengungkapkan sesuatu yang membuat hati ku berpacu lebih cepat.

“Aku tahu kamu mungkin merasa ini terlalu cepat,” katanya, sambil menatap bintang di langit, “tapi aku ingin kamu tahu bahwa aku bukan hanya muncul dalam hidupmu untuk kebahagiaan sesaat. Aku ingin menjadi bagian dari kebahagiaanmu, selama yang kamu mau.”

Aku terdiam sejenak, mataku mencari kata-kata yang tepat untuk membalasnya. “Tapi bagaimana bisa begitu saja? Aku… aku tak tahu apa yang terjadi padaku sejak kita mulai berbicara. Rasanya… rasanya kita sudah saling mengenal sejak lama.”

Lutfi tersenyum, namun senyum itu sedikit berbeda—seperti ada keraguan yang ia coba sembunyikan. “Karena kita memang sudah saling mengenal. Bahkan sebelum kita bertemu di sini. Kita hanya perlu bertemu pada waktu yang tepat.”

Aku merasa bingung. “Apa maksudmu?”

Lutfi menatapku dalam-dalam, seakan ingin menjelaskan seluruh dunia dalam satu pandangan. “Terkadang, ada orang yang datang ke hidupmu bukan karena kebetulan, tetapi karena takdir yang sudah menuntun mereka. Kita hanya perlu membuka hati untuk merasakannya.”

Itulah saat pertama kalinya aku merasa ada sesuatu yang tak bisa dijelaskan dengan kata-kata. Lutfi bukan hanya orang yang membuatku merasa bahagia. Dia adalah bagian dari kehidupan yang telah lama hilang, dan kini kembali hadir.

Malam itu, setelah lutfi mengucapkan kata-kata itu, aku merasa bahwa kebahagiaan yang selama ini ku cari tidak hanya berupa tawa atau momen-momen indah. Kebahagiaan adalah menemukan seseorang yang hadir di waktu yang tepat, di tempat yang tepat, dan yang bisa membuat setiap detik terasa berarti. Kebahagiaan adalah tahu bahwa, meskipun dunia terus berputar, ada seseorang yang akan tetap berada di sampingmu, memberi cahaya pada jalanmu yang kadang gelap.

Hari demi hari, kami berdua tumbuh bersama. Tak ada kata-kata bombastis, hanya kedekatan yang semakin mengakar, penuh rasa saling mengerti. Lutfi, yang dulu hanya muncul di tengah keheningan hidup ku, kini menjadi bagian dari setiap momen bahagiaku.

Aku akhirnya sadar. Kadang, kebahagiaan memang datang dengan cara yang tak terduga—dan terkadang, ia datang dalam bentuk seseorang yang tiba-tiba ada di hadapan kita, membuka mata kita untuk melihat dunia dengan cara yang berbeda.

Dan Lutfi adalah kebahagiaan yang tak pernah aku harapkan, tetapi kini tak bisa ku lepaskan.

Previous articleIbu, Dua Dunia dalam Satu Langkah
Next articleRasa yang Bisu

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here