Nama: Dwi Putri Amalia H.
Jurusan: Hukum Tata Negara Islam
Semester: I
Sekolah menengah telah berakhir, dan hari wisuda menjadi penanda berakhirnya masa-masa penuh cerita bagi angkatan 2024. Sebuah angkatan yang penuh warna, dengan segala keunikan karakter dan kisah di balik tiap siswa yang mengisinya. Mereka berkumpul di aula sekolah untuk kali terakhir sebagai siswa, mengenakan toga dan wajah penuh harapan, tapi juga kesedihan yang terselip di balik senyum mereka.
Di tengah keramaian itu, ada Reza, ketua OSIS yang dikenal karena kepemimpinannya yang tegas. Selama tiga tahun, ia menjadi sosok yang diandalkan teman-temannya dalam berbagai kegiatan. Namun, hanya segelintir yang tahu bahwa di balik ketegasannya, Reza sering merasa kesepian. “Hari ini terakhir kali aku berdiri di depan kalian,” katanya dalam pidato perpisahan. Suaranya bergetar saat menyadari betapa berat meninggalkan masa ini.
Di sisi lain, ada Dian, gadis ceria yang selalu menjadi penghibur di kelas. Ia adalah bintang di segala kesempatan, dari pentas seni hingga kompetisi debat. Namun, hari ini, Dian justru terdiam. Teman-temannya menggodanya karena ini pertama kalinya ia terlihat gugup. “Kalian percaya nggak, aku bakal kangen banget sama kalian?” katanya sambil tertawa kecil, namun ada air mata yang mengintip di sudut matanya.
Tak jauh dari Dian, Rudi dan Bagas duduk berdua di barisan belakang. Mereka dikenal sebagai dua sahabat yang selalu kompak, walau sering terlibat dalam kenakalan khas remaja. Mereka selalu dijuluki sebagai “biang kerok” kelas, tetapi pada hari ini, keduanya tak banyak bicara. Rudi memandang ke arah sahabatnya dan berujar, “Bagas, habis ini kita beda kampus. Gimana ya, rasanya aneh.”
Bagas hanya mengangguk, lalu memukul pundak sahabatnya pelan, “Kita pasti masih sering ketemu, santai aja, bro.”
Sementara itu, di luar aula, Sinta berdiri sendiri. Ia bukan siswa yang populer, tidak juga aktif dalam kegiatan sekolah, tapi ia menyimpan begitu banyak kenangan bersama teman-teman satu angkatannya. “Aku mungkin nggak pernah terlihat, tapi aku akan ingat mereka semua,” gumamnya sambil memandang jauh ke arah langit yang mendung.
Hari itu, saat nama-nama mereka dipanggil satu per satu untuk menerima ijazah, tiap siswa seakan menapak jejak terakhir mereka di sekolah ini. Setiap orang membawa cerita, harapan, dan kenangan yang berbeda. Masing-masing punya mimpi yang akan membawa mereka ke jalan hidup yang berbeda. Namun, di balik semua perbedaan itu, ada satu hal yang menyatukan mereka—mereka adalah satu angkatan. Angkatan yang telah tumbuh bersama, tertawa, menangis, berjuang menghadapi ujian, dan meniti hari-hari penuh suka duka di bawah atap yang sama. Meskipun waktu akan terus berjalan, dan mereka akan menyebar ke segala penjuru, cerita mereka bersama tak akan pernah hilang.
Ketika prosesi wisuda berakhir, mereka berpelukan, saling mengucapkan selamat tinggal. Tak ada yang tahu kapan mereka akan bertemu lagi, atau apakah mereka akan benar-benar bertemu lagi. Namun, satu hal yang pasti angkatan ini akan selalu menjadi bagian dari hidup mereka, selamanya.