Nama: Usfadia
Jurusan: Ekonomi Syariah
Semester: I
Pernahkah kalian melihat seorang hamba Allah yang mencintai anak bapak (Tuhan Yesus) dan apa yang terjadi akhirnya? Mereka bisa bersatu atau terpisahkan?. Tentu saja terpisahkan begitu pun, dengan kisah ini, jujur saja jatuh cinta dengan anak Tuhan Yesus itu sangat indah tapi juga menyakitkan. Banyak yang bilang menjalin hubungan dengan yang beda agama itu lebih indah dari pada yang seagama, ya, aku mengakuinya banyak hal indah yang kami berdua lalui bersama.
Diperlakukan layaknya seorang ratu, apa yang aku inginkan selalu ia usahakan agar keinginan itu terwujud. Setiap perlakuan yang ia lakukan semakin membuatku jatuh hati padanya, kadang aku berpikir apakah ini akan bertahan selamanya ataukah hanya sementara.
Pernah suatu hari ia memberikanku seekor kucing yang sangat cantik, hanya karena aku mengeluh kesepian ditinggal satu Minggu oleh dirinya yang pergi keluar kota untuk mengurus bisnisnya. Pernah juga ia langsung pulang dari Bandung ke Bekasi setelah mengetahui aku dirawat di rumah sakit karena demam, aku sempat memarahinya, bayangkan saja Bandung ke Bekasi itu memakan waktu kurang lebih lima jam dan dia berangkat saat jam 11 malam, bagaimana kalau terjadi sesuatu di jalan, tapi dia hanya berkata “asalkan aku bisa memastikan bahwa kamu masih baik-baik saja aku tidak keberatan menempuh jarak sejauh dan selama apa perjalanan itu” aku sedikit kasihan padanya tapi itu juga yang membuatku semakin mencintainya.
Malam yang indah disebuah taman yang dihiasi oleh lampu-lampu, dengan gaun putih yang indah kukenakan menunggu sosok dirinya yang yang sejak tadi kunanti kedatangannya. Tapi ada yang aneh kenapa ia belum juga datang, sudah 30 menit aku menunggu, ini tak seperti biasanya, dia tak pernah terlambat meskipun jaraknya jauh. Perasaanku semakin tidak enak, pikiranku selalu menuju hal yang tidak diinginkan.
Aku mendengar suara mobil dibelakang, dengan senyum lega aku berbalik berharap dirinya yang datang tapi ternyata dugaan ku salah yang datang justru adiknya dengan wajah yang tidak bisa dijelaskan, itu membuat khawatir ku semakin menjadi.
Dan benar saja setelah mendengar kabar bahwa orang yang paling kunanti saat ini telah mengalami kecelakaan, seperti duniaku runtuh seketika, semua menjadi senyap hanya dengungan ditelinga yang terdengar semakin berisik, nafas seketika tercekat. Air mata jatuh dari pelupuk mata, tak ada kata yang bisa menggambarkan bagaimana perasaanku saat ini, hancur, kecewa, sakit, kaget, badan terasa tak bertenaga lagi.
Adiknya membawaku ke tempat kejadian, di sana aku bisa melihat mobil putih yang biasa ia kendarai terbalik, semua kaca mobil itu pecah. Aku tak bisa lagi menahan keseimbangan tubuhku sendiri, air mata terus keluar setelah melihat buket bunga yang berlumuran darah tergeletak dijalan beserta serpihan kaca disekitarnya. Dengan tubuh yang bergetar aku merangkak mencoba menggapai tubuh orang yang sangat aku cintai itu, mengangkat kepalanya kepangkuanku. Gaun putih yang ku kenakan kini berubah menjadi merah ternodai oleh darah orang yang sangat kucintai, aku menangis dan berteriak menyuruhnya untuk membuka mata, tapi tak ada respon sedikitpun darinya.
Tak lama dari itu ambulans datang dan segera membawanya ke rumah sakit, sampai di rumah sakit dirinya ditangani dengan cepat oleh dokter, melihat banyak alat yang terpasang membuatku takut, aku terus berdoa kepada Allah SWT agar dirinya selamat. Tak berselang lama dokter keluar dengan wajah serius.
“Kondisinya sangat kritis jadi kami harus selalu memantaunya selama 24 jam, untuk saat ini dia akan mengalami koma, jadi untuk pihak keluarga mohon bersabar kami akan berusaha agar nyawanya bisa terselamatkan, saya permisi”
Yang bisa kulakukan sekarang hanya berdoa dan terus berdoa.
“Ya Allah, aku meminta pertolonganmu ya Allah, selamatkan lah orang yang aku sayang yang sedang berjuang di dalam, sebagai gantinya aku akan berpisah darinya aku tak akan mengambilnya dari Tuhannya tapi selamatkan lah dia”
Aku berdoa dengan putus asa dan berharap doa itu akan terkabul, dan aku akan menepati janjiku untuk berpisah darinya meskipun itu berat untukku tapi lebih berat lagi jika melihat dirinya pergi untuk selama-lamanya. Tak apa jika aku tak bisa bersama dengannya asalkan dia masih ada di bumi itu sudah lebih dari cukup untukku.
“Kak Raisa pulang saja biar aku yang jaga kak Rian di sini, kakak juga harus bersih-bersih dan istirahat”
Aku hanya bisa menurutinya dan pulang.
Sesampainya di rumah, orang tuaku terkejut karena aku datang dengan baju yang berdarah
“Ibu, Ayah, Raisa siap dijodohkan dengan ustadz pilihan Ayah sama Ibu”
Dengan hati yang berat ku katakan dan dengan air mata yang terus berlinang.
Aku menjelaskan semuanya kepada orang tuaku dan mereka terkejut dan ikut prihatin dengan kondisi Rian. Hubunganku dengan Rian dari awal tidak disetujui oleh kedua orang tua kami karena ada dinding pembatas yang besar dan kokoh, yang tidak bisa dihancurkan oleh siapapun.
Sudah satu bulan Rian koma dan belum ada juga perkembangan hingga hari ini, besok adalah hari pernikahanku dengan orang yang dipilihkan oleh Ayah, aku sudah bicarakan ini dengan keluarga Rian dan terutama adiknya yaitu Acha, orang yang sangat mendukung hubungan kami. Awalnya Acha sangat tidak setuju aku mengambil keputusan ini akan tetapi ia akhirnya mengerti jika aku mengambil keputusan ini itu karena aku sangat mencintai kakaknya dan rela berkorban demi kesembuhannya.
Keesokan harinya akad nikah pun dimulai, keajaiban pun terjadi di mana setelah kata sah terucap dari para saksi dan wali nikah Rian membuka matanya. Setelah pernikahan selesai aku senang mendengar kabar jika Rian telah sadar tapi aku juga sedih karena Rian mengalami amnesia. Tapi tak apa aku justru akan semakin sedih jika mengetahui kalau Rian mengetahui kabar ini dan menemuiku, itu akan membuat pertahananku runtuh.
Sejak saat itu aku tak lagi mendengar kabarnya dari Acha ataupun berpas-pasan dengan Rian, entah itu kebetulan ataupun disengaja. Tapi aku dengar dari temannya bahwa Rian pergi keluar negeri untuk berobat, aku senang dengan kabar itu. Aku jadi teringat sebuah kata-kata “jika bukan takdir, kalian tak akan bertemu walaupun satu kota”
Sudah enam tahun berlalu, aku kini bahagia dengan keluarga kecilku meskipun dalam lubuk hati yang paling dalam masih tersimpan harapan untuk Rian. “Rian, di manapun kau berada sekarang ketahuilah bahwa aku masih mencintaimu, semoga kau berbahagia dengan pasangan yang seiman dan seamin denganmu”
Tamat