Home CERPEN Renjana

Renjana

17
0

Nama: Hultami Hujanna
Jurusan: Perbankan Syariah
Semester: I

Hai namaku Amirae, “seorang gadis manis, menarik dan pintar” begitulah orang-orang mendeskripsikan diriku. Tapi aku setuju akan hal itu, namun aku merupakan seorang introvert yang hanya bisa menjadi humoris kepada mereka orang terdekatku. Begitulah sekilas tentang latar belakang diriku. Gadis berhijab yang memiliki kulit putih pucat, yang pagi itu sangat bersemangat untuk berangkat ke bumi perkemahan. Tahun 2019 tepatnya, usiaku baru saja menginjak 15 tahun, dimana sebuah kegiatan yang sudah lama kutunggu akhirnya terlaksana juga. Dengan cepat kuambil semua perlengkapanku lalu siap berangkat ke tempat berkumpul seluruh peserta yang sudah ditentukan oleh panitia perkemahan.

Di bawah pohon yang rindang, kumelihatnya berjalan di tengah keramaian siswa dan siswi di area perkemahan. Dia adalah Angga Praditya, seorang yang begitu tampan dan berwibawa serta memiliki aura yang sangat positif dan karismatik. Tanpa kusadari ternyata dia mendekat menghampiri tempat dimana diriku berada dan dia berdiri tepat di sebelahku, kuketahui fakta bahwa dirinya merupakan alumni dari sekolahku saat itu. Lalu kulihat dirinya berbincang dengan guru serta siswa lain yang ada, aku sempat mendapati dirinya menatapku tapi aku memalingkan diri dan merasa bahwa itu adalah hal yang wajar karena kami sedang berada di tengah perbincangan. Sungguh itu pertemuan pertama yang membuat jantungku memompa darah begitu cepat.

Seminggu perkemahan berlangsung dan pasti aku sering bertemu dengan dirinya. Beberapa kali aku mendapatinya berkumpul bersama teman-teman serta panitia perkemahan, dikarenakan pula sekolahku lah yang menjadi tuan rumah perkemahan kala itu.

Perkemahan pun selesai dan aku tidak pernah bertemu dengannya lagi setelah itu. Sehari, dua hari, tiga hari, sampai seminggu pun aku masih memikirkan dirinya.

“Dimana yahh dia sekarang? Apakah dia masih mengingatku? Kapan yah bisa bertemu lagi? Oh Tuhan memikirkan dirinya sungguh membuatku gila!”.

Banyak pertanyaan yang terlontar di pikiranku namun aku juga berperang melawan hal itu dalam diriku.

Kembali ke rutinitas seorang siswi kelas sembilan yang disibukkan dengan berbagai kegiatan menjelang ujian kelulusan, datang pagi dan pulang pada sore hari. Namun ada satu kondisi yang membuatku pulang di siang hari pada pukul 14.00 yang bersamaan dengan waktu pulang kelas tujuh dan delapan. Kala itu aku pulang bersama adikku yang masih kelas delapan. Sesampainya di gerbang sekolah, aku melihat seorang yang tidak asing bagiku.

“Yahhh itu dia! iyaa itu benar dia! Sedang apa dia di sini? Apa keperluannya? Apa dia sedang menunggu seseorang?” Batinku.

Dari sisi lain aku melihat ada seorang wanita yang ketika kuperhatiakan ternyata dia adalah adik kelasku yang cukup akrab denganku.

“Haaa itu bukannya Ainun yahh? Kok dia jalan ke arah kak Angga? Mereka terlihat begitu akrab… Ada apa antara mereka? Aaakhhh iri rasanya lihat Ainun begitu dekat dengan kak Angga!”

Begitu banyak pertanyaan serta rasa cemburu yang timbul dalam diri. Aku memutuskan untuk lanjut menyusuri jalan pulang.

“Kak Mirae… kenapa kakak yang di motor itu liatin kak Mirae terus dari tadi?” Kata adikku Siska sembari memegang bahuku.

Aku menoleh, dan kudapati benar adanya bahwa sosok pria itu tak lain adalah kak Angga yang memperhatikanku sedari tadi.

“Biarkan saja… Lebih baik kita lanjut jalan, sudah mau hujan loh ini… Ayook!”.

“Tapi kak…”

“Ayook ihhh, lama sekali kamu jalannya”

“Iya sabar dikit lah kak”

Setelah kejadian yang sungguh tak terduga itu, aku mulai mencari tahu tentang sosok kak Angga dan ada hubungan apa dengan Ainun.

Aku mempunyai teman sekelas yang begitu dekat dengan Ainun, yaitu Fani. Aku mulai bertanya perihal Ainun dan kak Angga. Dan begitu terkejutnya diriku begitu tahu bahwa Ainun dan kak Angga adalah saudara.

“Kak Angga dan Ainun itu saudara kandung” Kata Fani

“Serius ini Fan? Tapi kok baru kali itu saya lihat kak Angga jemput Ainun di sekolah…”

“Yaa pasti jarang lah, soalnya kak Angga lagi sibuk kuliah dan baru punya kesempatan pulang kampung kali ini”.

“Ohhh begitu yahh… Saya pikir mereka pacaran loh!”

“Kamu ini ada-ada saja..”

Setelah tahu fakta itu, entah mengapa hati ini begitu senang bagai ada yang memberikan tetesan-tetesan air yang membuat segala sesuatu yang dikenainya menjadi begitu indah dan terlihat segar. Bibir pun selalu tersenyum bagai dikendalikan oleh hati dan otak pun tak membantah seperti terhipnotis oleh nyanyian merdu dalam diri.

“Aakhh sulit sekali menggambarkan rasa senang ini”.

Aku mencari segala sesuatu yang berhubungan dengannya. Mulai dari di mana rumahnya, siapa orang tuanya, siapa saja saudaranya, akun media sosialnya mulai dari Facebook hingga Instagram, hingga akun media sosial orang tuanya pun aku dapatkan. Ya jangan heran karena wanita memang seorang intel yang menyamar menjadi insan lembut dan polos seperti tak tahu apa-apa.

Aku juga sebenarnya sangat bingung, mengapa sangat menyukainya dengan ugal-ugalan dan tanpa batas seperti ini. Jujur rasa yang sangat sulit untuk dikontrol, namun aku tetap mencoba untuk tidak membiarkan dia menguasaiku. Otak berusaha mengingatkan akan tujuan awalku yaitu pendidikan namun hati begitu berkeras ingin selalu memikirkannya, betapa dalam rasa ini. Sampai pada akhirnya aku memilih menyibukkan diri dengan pendidikan dan hal-hal positif lainnya dan menyimpan rasa ini untuk waktu yang entah sampai kapan.

Tanpa terasa tiga tahun kusimpan rasa ini, tepatnya dari kelas 9 hingga kelas 12. Aku sendiri pun tidak menyangka bisa sampai selama ini aku menutup hati dari pria lain demi menjaga satu hati yang bahkan hati itu tidak tau bahwa ada yang sedang menanti dan mengharapkannya disini.

Dan entah mengapa seperti dejavu dengan kejadian tiga tahun silam, dimana awal mula aku bertemu dan mulai menyukainya.

Ketika itu pukul 11.15 dimana sedang masuk mata pelajaran Geografi yang dibawakan oleh seorang guru pria yang juga merupakan salah satu visioner di desanya. Beliau mengajak kami anggota OSIS untuk mengikuti seminar yang diadakan oleh organisasi di salah satu desa. Ya aku merupakan anggota OSIS di sekolahku kala itu.

Lalu aku dan seluruh anggota OSIS lainnya pergi ketempat seminar itu dilangsungkan, kami menggunakan beberapa motor dan saling berboncengan.

“Bapak tiba-tiba sekali kasih info seminar” Kata temanku Rani yang sedang kesal karena info seminar yang begitu tiba-tiba ditambah cuaca yang begitu panas kala itu.

“Sabar Rani, kan ada untungnya juga kita tidak masuk matpel siang ini heheh… tapi bener-bener mendadak sekali bapak kasih infonya..”

“Memang sangat mendadak Mirae… Saya jadi bad mood tau ndak”.

Di tengah perbincangan yang seperti tidak ada akhirnya itu, benar-benar tidak terasa kami sudah sampai di tempat tujuan.

Kami pun memasuki gedung dimana seminar itu berlangsung. Begitu banyak siswa dan siswi dari sekolah lain yang datang dan terkhusus adalah anggota OSIS di sekolah mereka masing-masing. Dan banyak juga orang-orang penting lainnya yang memiliki jabatan di suatu instansi yang datang sebagai pembicara di Seminar itu.

Tepat pukul 12.00 seminar pun dimulai dengan sambutan-sambutan dari panitia serta orang yang bertanggung jawab atas berlangsunya acara tersebut.

Memasuki ke kegiatan inti dari seminar, yaitu saatnya pembicara menyampaikan materinya dan di saat itulah aku sungguh dibuat terkejut akan hadirnya sosok yang sungguh kukenali wujudnya. Ya benar dia adalah kak Angga, seorang pria yang selama ini sangat kunantikan.

Sungguh aku dibuat lebih terkejut karena ternyata kak Angga lah yang akan memandu jalannya seminar itu hingga selesai. Namun aku pun sangat senang bisa melihatnya meskipun dari kejauhan.

“Setelah sekian lama akhirnya bisa melihatnya lagi, yaa Allah mengapa hati ini begitu rindu padanya” Batinku.

Setelah sekitar satu jam, akhirnya sampai di penghujung acara yaitu penutupan dan sekaligus penutup bagi pertemuanku dengannya hari itu.

Aku beserta teman-teman dan guruku beranjak pergi meninggalkan tempat duduk kami sebelumnya dan akan segera kembali ke sekolah. Namun sebelumnya guruku mengajak kami untuk pergi ke warung makan bakso terdekat.

Kami pun memesan beberapa porsi bakso lalu duduk di kursi yang sudah tersedia. Sembari menunggu pesanan diantarkan, kami sedikit berbincang-bincang.

“Pak, yang memandu acara seminar tadi siapa?” Tanyaku

“Ohhh Angga! Dia itu ketua Karang Taruna dan juga salah satu masyarakat yang sangat aktif di desanya, ohh iya bapak juga dengar dia baru saja selesai wisuda dan mendapat gelar cumlaude juga…” Jawab guruku.

“Woahhh ternyata kak Angga sekeren itu…” Batinku.

Setelah mendengar penjelasan dari guruku mengenai kak Angga, membuat diriku merasa tak pantas untuk mengejarnya. Dia begitu masyaAllah untukku yang belum ada apa-apa nya. Tapi dari lubuk hati yang paling dalam terbesit rasa ingin terus mengejarnya.

Dari kejadian itu aku mulai sadar dan berfikir bahwa untuk mendapatkannya aku pun harus setara dengannya.

Aku mulai belajar lebih giat lagi, mencari hal baik dalam diri yang bisa kukembangkan dan bermanfaat untukku kedepannya.

Di tengah hiruk pikuk dalam diri, notif ponsel berbunyi dan kudapati ada pesan masuk dari nomor tak dikenal di aplikasi hijau. Lalu kubuka pesan itu dan isinya adalah file sertifikat Seminar yang aku ikuti beberapa hari lalu.

“Ohh ini ternyata nomornya panitia seminar kemarin, save aja deh…”

Beberapa hari kemudian kulihat nomor panitia itu memposting sebuah informasi perlombaan yaitu cipta puisi.

Awalnya aku tak tertarik dengan perlombaan itu, namun aku berubah pikiran setelah kulihat nomor yang terdapat di postingan itu.

Contact Person: Angga Praditya…! Gak salah nih, ini nomornya kak Angga! Yaa ampun aku mau nomornya, gimana nih masa sihh tiba-tiba ngechat random. Gimana yah supaya di save balik sama kak Angga…” Kataku dengan ekspresi yang tidak bisa digambarkan.

Perasaanku campur aduk, senang dan sekaligus bingung. Senang karena mendapat nomornya yang susah dicari dan bingung gimana caranya biar kak Angga simpan nomorku juga.

Kulihat kembali postingan lomba itu, sembari berpikir cara apa yang harus aku ambil agar mendapatkan nomornya.

“Aduhhh gimana yahh caranya biar saling save sama kak Angga…? Apa ikut lombanya aja yah, tapi saya tidak tau cara buat puisi… ikut aja mungkin yah urusan puisinya belakangan, pasti bisa juga kok nanti…” Pikirku.

Setelah berpikir panjang, aku memutuskan untuk mengikuti lomba cipta puisi itu yang bahkan aku pun tidak tau bisa atau tidak membuat puisi.

“Assalamu’alaikum kak, saya mau ikut lombanya…” Pesan pertamaku pada kak Angga.

“Wa’alaikumussalam, ohh iya dek boleh, tolong isi data dirinya dulu yahh…” Jawab kak Angga.

Wah sungguh tidak bisa digambarkan rasa senangku kala itu. Hal yang kuinginkan sedari lama akhirnya terjadi juga.

Lalu kak Angga menjelaskan semua informasi tentang lomba itu tanpa tertinggal satu pun. Dan tentu aku menyimak dengan sungguh-sungguh apa yang kak Angga sampaikan melalui pesannya.

Setelah dua hari puisiku pun jadi, karena memang waktu yang diberikan untuk membuat karya puisi itu hanya dua hari. Terbilang waktu yang sangat singkat bagi diriku yang masih pemula tetapi sungguh kuusahakan agar karyaku bisa bersaing dengan karya peserta yang lain.

Tibalah di saat pengumuman juara cipta puisi tersebut. Dan sungguh terkejutnya diriku mengetahui bahwa karyaku mendapat juara 3. Sungguh tidak terduga, yang awalnya aku ikut hanya untuk mendapatkan nomornya kak Angga ternyata mendapat juara juga.

Ketika itu pengumuman juara dan penyerahan hadiah tidak berlangsung bersamaan. Penyerahan hadiah berlangsung setelah hari pengumuman juara, tepatnya pada malam hari pukul 19.30. Malam itu sungguh malam yang sangat indah, karena aku bertemu dengan kak Angga dan berbincang secara langsung dan begitu dekat dengannya. Oh Tuhan terima kasih untuk malam ini.

Setelah malam yang begitu indah itu, aku dan kak Angga semakin dekat dan mulai sering bertukar pesan melalui aplikasi hijau. Ya dua insan itu seperti sedang tak ada pekerjaan lain sama sekali.

Namun setelah sekian pesan yang ada, entah tiba-tiba saja kami tak saling menghubungi lagi. Aku juga tak tahu mengapa, tapi aku berpikir mungkin kak Angga sedang sangat sibuk, terpantau juga melalui postingan di media sosialnya. Dia sering pergi ke luar negeri karena berbagai urusan pekerjaan, dan tentu aku memaklumi hal itu.

Berhari-hari, berminggu-minggu, bahkan sampai berbulan-bulan aku tak mendapatkan notifikasi pesan darinya. Sampai pada suatu hari, aku melihat postingan di media sosialnya yang sungguh membuat hatiku serasa teriris oleh sebuah pedang yang sungguh sangat tajam sehingga mampu membelah dan merobek apa pun yang dikenainya.

Ya itu adalah fotonya bersama dengan wanita menggunakan setelan jas yang lengkap dan gaun putih yang sangat indah. Wanita itu sungguh sangat kirana, yang jika dipandang maka akan membuat orang lain sulit untuk berpaling darinya. Ya itulah hal pertama yang dapat aku definisikan dari wanita itu.

Aku sungguh tak bisa menggambarkan perasaanku saat itu, aku hanya terdiam dan terus memandangi foto itu diiringi dengan mata yang terus membasah. Hatiku hancur dan sungguh aku merasa tertipu menunggunya selama itu. Dia memang tak pernah mengatakan perasaannya terhadapku, tapi apakah semua waktu yang aku luangkan tak berarti apa-apa baginya.

Setelah kejadian itu aku memang merasa frustasi dan tentu kecewa, hati yang hampir enam tahun kujaga untuknya malah berakhir dengan hal yang sungguh menyakitkan.

Bertahun-tahun aku berusaha melupakan dia, tapi itu sungguh hal yang berat bagiku. Dan hal itu memberi dampak besar terhadapku. Aku cukup trauma akan hal itu, dan membuatku menutup hati untuk siapa pun. Bukan tak ingin menerima insan yang lain tetapi sungguh hati ini masih sangat terluka dan belum cukup pulih.

Waktu rasanya berlalu begitu cepat, tak terasa pendidikanku telah selesai. Aku pun mendapatkan pekerjaan di salah satu pabrik yang ada di kota. Ya impianku untuk sekolah sampai ke perguruan tinggi dan mendapatkan pekerjaan yang baik sudah tercapai.

Dan seiring waktu berlalu, aku pun telah mengikhlaskannya. Aku juga telah menghapus seluruh pesan serta membuang hal apa pun yang berhubungan dengannya. Sungguh tidak membenci dia, tetapi aku lebih memilih menjaga hati ini dari luka yang berkepanjangan.

Previous articlePantai Kura-Kura
Next articlePamit dalam Aksara

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here