Home OPINI Dimana Ada Peluang, Di Situ Ada Tantangan: Merdeka Belajar-Kampus Merdeka

Dimana Ada Peluang, Di Situ Ada Tantangan: Merdeka Belajar-Kampus Merdeka

47
0

Oleh: Hidayat Malontu
Pengurus LPM Qalamun

Kebijakan Merdeka Belajar-Kampus Merdeka (MBKM) berawal dari Peraturan Mentri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 3 Tahun 2020 tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi; pada Pasal 18 disebutkan bahwa pemenuhan masa dan beban belajar bagi mahasiswa program sarjana atau sarjana terapan dapat dilaksanakan dengan mengikuti seluruh proses pembelajaran dalam program studi pada perguruan tinggi sesuai masa dan beban belajar serta mengikuti proses pembelajaran di dalam program studi untuk memenuhi sebagian masa dan beban belajar; dan sisanya mengikuti proses pembelajaran di luar program studi.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) di bawah kepemimpinan Nadiem Makarim baru-baru ini mengeluarkan kebijakan baru yang disebut Program Kampus Merdeka.

Kampus Merdeka merupakan sebuah program yang disediakan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk seluruh mahasiswa Perguruan Tinggi di Indonesia; program tersebut bertujuan untuk mengembangkan soft skill dan hard skill yang dimiliki mahasiswa.

MBKM terdiri dari sarana kampus mengajar, pertukaran pelajar, dll. Di mana mahasiswa diberikan kebebasan atau hak untuk mengembangkan kemampuannya sesuai minat dan bakat masing-masing. Kriteria mahasiswa yang dapat mengikuti MBKM ini minimal sedang menjalani semester 3 dan dapat menjalani program maksimal selama 2 semester atau batas 20 SKS.

MBKM diharapkan dapat melatih mahasiswa untuk mampu berpikir secara kritis, holistik, dan kreatif. Oleh karena itu, dengan adanya MBKM, bukanlah menjadi tujuan untuk menjadi mahasiswa yang bebas tugas, bebas tanpa pengawasan, dan batu loncatan untuk bekerja.

MBKM juga mengharapkan supaya setiap pribadi mahasiswa tidak hanya berada di zona nyaman dengan hanya berkarya sesuai dengan bakat dan minat mereka; tetapi dengan adanya program ini, diharapkan juga agar pribadi mahasiswa mampu berkarya dan berkembang di luar bakat dan minat yang mereka sukai.

Merdeka belajar diarahkan oleh Kementerian dengan mencakup tiga (3) hal pokok, yaitu pengajaran, pembelajaran, dan penelitian. Tidak hanya itu, MBKM juga dapat dijadikan sebagai tolak ukur sejauh mana diimplementasikan dalam hal pengabdian; MBKM membuka peluang untuk tiap mahasiswa agar merasakan kemerdekaan belajar dalam 3 hal tersebut.

Namun, dengan diperbolehkannya siapa saja untuk mendaftar program MBKM ini, mahasiswa diharapkan tidak berpikiran untuk mengikuti program ini hanya karena bebas dari pengawasan, bebas dari tugas, ataupun sebagai lompatan untuk cepat mendapatkan pekerjaan. Mahasiswa harus mempersiapkan diri menerima pengalaman baru dengan ilmu-ilmu ataupun wawasan luas.

Dari Tesa yang dikemukakan oleh penulis di atas, ada kekhawatiran bahwa kualitas pendidikan mungkin tidak konsisten di semua perguruan tinggi; mahasiswa mungkin menghadapi perbedaan dalam metode pengajaran, standar evaluasi, dan kurikulum yang dapat memengaruhi kualitas pendidikan mereka secara keseluruhan.
Kemungkinan peningkatan biaya yang ‘dinikmati’ oleh mahasiswa yang mengikuti Program MBKM bisa menyebabkan mahasiswa harus menanggung biaya tambahan, seperti biaya perjalanan, biaya hidup di tempat baru, atau biaya pendaftaran tambahan di perguruan tinggi tujuan. Hal ini bisa menjadi beban finansial tambahan bagi mahasiswa.

Lahir juga berbagai risiko ketidakpastian karier bagi peserta program MBKM, mencakup beberapa faktor, seperti kurangnya relevansi pengalaman yang diperoleh dengan bidang studi mereka, serta tantangan dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan kerja yang baru. Hal ini dapat menyebabkan kebingungan mengenai jalur karier yang tepat setelah lulus. Selain itu, peserta mungkin menghadapi kesulitan dalam membangun jaringan profesional yang kuat, yang penting untuk mendapatkan peluang kerja.

Ketidakpastian ini juga dapat diperburuk oleh perubahan cepat dalam industri, di mana keterampilan yang dipelajari selama program mungkin tidak lagi sesuai dengan kebutuhan pasar.

Mahasiswa juga bisa merasa tertekan untuk memilih jalur karier yang tidak sesuai dengan minat atau bakat mereka, hanya karena pengaruh dari pengalaman MBKM. Akhirnya, ada risiko bahwa pengalaman yang didapat tidak diakui oleh calon pemberi kerja, yang dapat mengurangi nilai dari program tersebut dalam pandangan mereka.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here