Oleh: Ismail
Wartawan LPM Qalamun
Di suatu pagi yang cerah, Andi berdiri di depan cermin, mengamati dirinya. Ia mengenakan kaus biru yang sama dengan yang ia pakai setahun lalu saat masuk kuliah. Celana jeansnya pun tak jauh berbeda; sudah menjadi ciri khasnya. Di kampus, penampilan Andi tak pernah berubah, selalu sederhana dan nyaman.
Teman-teman kuliahnya sering bercanda, “Andi, kapan kamu mau ganti gaya?” Namun, Andi hanya tersenyum. Baginya, penampilan bukanlah segalanya. Ia lebih memilih untuk fokus pada pembelajaran dan pengembangan diri.
Suatu hari, saat di perpustakaan, Andi bertemu dengan Mira, teman sekelasnya. Mira selalu tampil fashionable, dengan gaya yang selalu _Up-to-date_ .
“Andi, kamu tahu nggak? Penampilan itu penting, loh! Orang akan lebih menghargai kita jika kita tampil menarik,” ujarnya sambil tersenyum.
Andi pun menjawab, “Mira, aku percaya bahwa yang terpenting adalah isi kepala dan hati. Penampilan bisa menipu, tapi karakter tidak.”
Mira terdiam sejenak, merenungkan kata-kata Andi.
Seiring waktu, Andi terus menjalani hidupnya dengan cara yang sama. Ia aktif di berbagai kegiatan kampus, berpartisipasi dalam diskusi, dan menjadi anggota organisasi. Ia dikenal sebagai sosok yang cerdas dan penuh dedikasi. Meskipun penampilannya tak berubah, prestasinya berbicara lebih keras.
Pada akhir semester, kampus mengadakan acara penghargaan untuk mahasiswa berprestasi. Andi terkejut ketika namanya dipanggil sebagai salah satu penerima penghargaan. Saat berdiri di atas panggung, ia mengenakan kaus biru kesayangannya.
“Ini adalah bukti bahwa penampilan bukanlah segalanya. Yang terpenting adalah dedikasi dan usaha kita,” ujarnya di hadapan audiens.
Mira, yang menyaksikan dari kerumunan, pun bertepuk tangan. Ia menyadari bahwa Andi telah menunjukkan bahwa kepercayaan diri dan integritas jauh lebih penting daripada penampilan.
Sejak saat itu, meskipun Andi tetap berpenampilan sama, ia menjadi inspirasi bagi banyak orang di kampus. Ia mengajarkan bahwa terkadang, menjadi diri sendiri dan tidak terpengaruh oleh tren adalah pilihan yang paling berharga. Penampilan bisa saja sama, tetapi semangat dan karakter yang dimiliki seseorang adalah yang membuat mereka benar-benar berbeda.
Setelah menerima penghargaan, Andi merasakan angin segar dalam hidupnya. Teman-teman mulai melihatnya dengan cara yang berbeda. Mereka tidak lagi menilai dari penampilan, tetapi dari cara Andi berinteraksi, cara ia berbicara, dan cara ia menginspirasi orang lain.
Mira, yang sebelumnya ragu, mulai mendekati Andi lebih sering.
“Aku ingin belajar darimu, Andi. Bagaimana kamu bisa begitu percaya diri dengan dirimu sendiri?” tanyanya suatu sore saat mereka sedang duduk di taman kampus.
Andi tersenyum. “Mira, aku hanya berusaha untuk menjadi diriku sendiri. Setiap orang memiliki keunikan, dan aku percaya bahwa kita tidak perlu mengubah diri kita untuk diterima. Apa yang terlihat di luar tidak selalu mencerminkan siapa kita sebenarnya.”
Mira mulai mengagumi pemikiran Andi. Ia mulai mengeksplorasi gaya pribadinya sendiri, bukan untuk mengikuti tren, tetapi untuk menemukan apa yang membuatnya nyaman. Mereka menjadi teman dekat, saling berbagi pemikiran dan pengalaman. Dari Andi, Mira belajar tentang kepercayaan diri, sementara Andi belajar tentang pentingnya mengekspresikan diri.
Suatu hari, mereka berencana mengadakan seminar di kampus dengan tema “Menjadi Diri Sendiri dalam Dunia yang Terus Berubah.” Andi bertanggung jawab sebagai pembicara utama, sedangkan Mira mengurus promosi dan desain poster. Mereka bekerja sama dengan semangat, berusaha menarik perhatian mahasiswa lain.
Saat hari seminar tiba, ruangan dipenuhi dengan mahasiswa dari berbagai jurusan. Andi berdiri di depan, mengenakan kaus biru kesayangannya, sambil menjelaskan betapa pentingnya mengenal diri sendiri dan tidak terjebak dalam ekspektasi orang lain. Mira membantu dengan slide presentasi, menunjukkan berbagai kutipan inspiratif tentang kepercayaan diri.
Audiens terkesima, dan suasana semakin hidup ketika Andi mengajak mereka berdiskusi.
“Apa yang membuat kalian merasa percaya diri?” tanyanya.
Dengan antusias, mahasiswa mulai berbagi pengalaman dan perspektif mereka. Diskusi itu menjadi momen berharga, di mana banyak orang merasa terhubung satu sama lain.
Setelah seminar, banyak yang mendekati Andi dan Mira, mengucapkan terima kasih atas inspirasi yang telah mereka berikan. Andi merasa bahagia, ia tidak hanya berbagi pemikiran, tetapi juga memotivasi orang lain untuk lebih mencintai diri mereka sendiri.
Seiring waktu berlalu, Andi dan Mira terus berkolaborasi dalam berbagai proyek di kampus, membangun komunitas yang mendukung satu sama lain. Andi tetap berpenampilan sederhana, tetapi kini ia dikenal bukan hanya karena penampilannya, melainkan karena pengaruh positif yang ia bawa.
Di akhir tahun ajaran, Andi merenungkan perjalanan yang telah dilaluinya. Ia menyadari bahwa penampilan mungkin tidak berubah, tetapi hati dan pikirannya semakin kaya. Dengan teman-teman seperti Mira di sampingnya, ia yakin bahwa ia akan terus berkontribusi untuk menciptakan dunia yang lebih baik, di mana setiap orang dihargai berdasarkan siapa mereka, bukan bagaimana mereka terlihat.
Dan di situlah, di tengah keramaian kampus, Andi menemukan makna sejati dari menjadi diri sendiri—bukan hanya dalam penampilan, tetapi dalam cara ia menjalani hidup.