Oleh: Moh. Ridwan
Wartawan LPM Qalamun
Aku menatap cermin—
di sana berdiri bayanganku:
bermahkota, bersandang jubah,
namun matanya kosong,
seperti terpenjara oleh tahtanya sendiri.
Kekuasaan merayu halus,
menawarkan kursi megah,
menjanjikan kemegahan.
Namun di balik senyumnya,
ia memasang rantai tak kasat mata.
Aku hampir percaya,
hampir menyerahkan nurani,
tapi ada api kecil di dalam dada
yang menolak tunduk.
Api itu berkata:
“Engkau bukan budak gelar,
bukan boneka yang digerakkan aturan palsu.
Engkau adalah manusia,
dan manusia harus bebas.”
Maka aku memberontak—
bukan pada musuh di luar,
melainkan pada penjara
yang ingin tumbuh di dalam diriku sendiri.
Aku hancurkan topengku,
kuremukkan suara yang membisikkan:
“Patuhlah pada kursi, tunduklah pada tahta.”
Lebih baik aku berjalan sendiri
di jalan sunyi tanpa penghormatan,
daripada duduk di singgasana
yang membunuh nuraniku perlahan.
Memberontak dalam kekuasaan
bukanlah melawan dunia,
melainkan melawan diri sendiri,
agar tetap menjadi manusia.